Aku menatap penuh syukur dan
takjub sosok pria yang telah mengucap ijab qabul atasku pagi tadi di depan
khalayak ramai. Sosok yang ku kenal sudah bertahun – tahun sebagai kakak
tingkatku di kampus, namun selama bertahun – tahun itu ia tidak pernah
menyatakan perasaannya padaku. Barulah ketika perkenalan kami menginjak tahun
ke lima, ia datang
ke rumahku dan meminta izin untuk menikahiku kepada kedua orang tuaku. Aku dan keluargaku tentu kaget bukan main
dengan maksud mas Tio, meksi keluargaku juga sudah sempat mengenal Mas Tio
sekilas. Tapi kemudian Bapakku yang sudah kadung jatuh cinta kepada sosok Mas
Tio yang cerdas dan sederhana mengiyakan lamaran Mas Tio yang dating tanpa
membawa seserahan mahal, ya aku masih ingat, Mas Tio hanya membawa sedus kecil
cheese cake favouriteku, ya iya memintaku hanya dengan sekardus kecil cheese
cake. Tidak, mas Tio bukannya pelit, tapi karena saat itu hanya itu yang bisa
ia berikan kepadaku, itupun adalah hasil dari gaji pertamanya. 2bulan kemudian,
pernikahanpun rampung disiapkan. Ah ya, tepatnya pagi tadi, Sosok Satyo Saputro
itu mengucapkan ijab Kabul dengan lantang tanpa diulang. Sosok yang jadi
terlihat begitu tampan di mataku setelah kami syah menjadi suami istri. Saat
ini aku sedang menatapnya, menatapnya yang sedang tertidur pulas, mungkin
kelelahan setelah resepsi sederhana yang kami gelar seharian ini.
Saar sedang menatapnya lekat – lekat, sosok berkulit putih itu membuka
matanya, ah aku kepergok rupanya, ah ya aku malu sekali, karena kami menikah
tanpa melewati masa pacaran jadi apapun yang terjadi diantara kami setelah
menikah rasanya masih canggung, bahkan ketika pandangan mata tak sengaja beradu
saja, kami berdua langsung salah tingkah, malu rasanya.
“Loh, km gak tidur dik?” Tanya mas Tio yang memang selalu memanggilku adik
sejak sebelum kami menikah.
“belum mas, aku belum ngantuk. Eh mas kenapa bangun?keganggu yah sama aku?”
Tanyaku kemudian.
“hehehe, loh kok keganggu, nggak kok dik,
mas Cuma berasa diliatin aja sm bidadari, makanya mas bangun, mau liatin balik
bidadarinya, kali aja bisa diajakin pacaran, hahahah” katanya genit mencubit
hidungku. Aku?tentu saja pipiku bersemu merah, dan setelah itu, hehehe, tebak
sajalah sendiri.
Pagi ini, pagi hari pertama aku bangun dengan status sebagai istri orang. Aku
yang masih belum terbiasa mengurusi orang lain, pagi ini dipaksa untuk
membiasakan diri mengurusi suamiku sendiri, ya meskipun hari ini ia masih dalam
masa cuti di kantornya, tapi paling tidak aku harus menyiapkan sarapannya. Mas
tio yang ternyata sudah bangun sedari tadi malah sudah Nampak di dapur rumah
Ibuku sedang menyiapkan sarapan. Ah malunya aku, ku hampiri suamiku yang
terlihat sedang memanggang roti.
“Aduh, mas. Maafin aku yah, aku udah sett alarm padahal tadi biar bisa
bangun duluan siapin sarapanmu” ujarku sambil memluknya dari belakang.
“Gak apa – apa sayang, udah yuk sarapan sama Mas sekarang” Ujarnya sambil
membalikkan badan dan menuntunku ke meja makan untuk sarapan dengannya. Satu
persatu orang rumah ibu ku berseliweran dan meledeki kami dengan siulan –
siulan iseng, tapi kami ya namanya pengantin baru tetap saja asyik sarapan
berdua.
“Dik, hari ini mau ikut Mas gak?” Tanya Mas Tio sambil menyuapkan sepotong
roti ke mulutku.
“Kemana mas?” Tanya ku dengan mulut penuh dengan roti.
“Kita lihat kontrakan dekat kantor Mas. Gak besar sih, tapi nyamanlah
insyaAllah. Kamu gak apa – apakan kita ngontrak dulu sampai tabunganku nanti
cukup untuk beli rumah?” Tanya Mas Tio, belum sempat ku jawab, rupanya ibuku
yang sedari tadi mengamati kami menimpali ucapan Mas Tio.
“Loh, Rani itu kan anak bungsu disini, jadi ndak perlu lah kalau harus
ninggalin rumah ini dan pindah ke tempat kontrakan yang ndak sebagus rumah ini
lah, yo” ucap ibu yang kemudian membuat aku dan Mas Tio agak kaget. Mas Tio buru
– buru membersihkan mulutnya dan minum.
“Emm,, maaf sebelumnya Bu, tapi ini biar saya dan Rani jadi ndak harus
tinggal terpisah saja bu, lagi pula kontrakannya dekat kok dengan kantor saya,
gak lebih bagus memang dari rumah ini, tapi InsyaAllah nyaman buat kami berdua
bu.” Ujar Mas Tio hati – hati namun sopan. Ibu, meski terlihat tidak rela tetap
diam dan malah menatapku.
“Bu, tenang aja, kalau pun Rani udah gak tinggal disini lagi pu, Rani akan
tetap sering – sering main ke rumah Ibu, nginep disini. Rani kan tetap anak Ibu
juga, hehehe” Ujarku sambil menghambur memeluk Ibuku.
Akhirnya siang itu aku memutuskan untuk pergi bersama suamiku melihat
kontrakan yang ia maksud.
Rumah petak rupanya, sebuah rumah kecil yang bahkan antara dapur dan ruang
tamu saja tak bersekat, hanya ada satu kamar mandi dan satu kamar tidur. Tak
ada AC atau barang mewah lainnya. Ya semua Nampak begitu sederhana tapi aku
merasa nyaman – nyaman saja. Akupun langsung mengiyakan kepada Mas Tio bahwa
aku bersedia untuk tinggal dengannya disini. Setelah puas melihat – lihat rumah
yang akan kami tinggali nanti, ia bertanya padaku, “Jadi, istriku yang cantik,
mau kemana sekarang?” aku, tentu saja tak kehilangan akal, ya aku ingin masa –
masa kita bisa berdua ya harus dimanfaatkan untuk pergi kemana saja berdua, dan
melakukan hal – hal yang selalu ingin ku lakukan dengan pasanganku yang dulu
masih sebatas angan. Oia aku ingat akan satu hal yang paling ingin aku lakukan
sejak dulu dengan suamiku.
“Ke mall yuk mas, ke toko buku, kita gandengan tangan sepanjang jalan, udah
halal ini kan?!” ujarku menggebu – gebu. Mas Tio hanya tertawa – tawa kecil
sambil keheranan.
“Loh, kenapa mesti ke toko buku coba?kenapa gak nonton aja yuk?terus kalo
soal gandengan mah, gak kamu minta juga, aku pasti gandeng istriku terusku”
Ucapnya smbil tersenyum dan membuatnya semakin lucu karena matanya bergaris
saat ia tersenyum.
“Gak! Nanti aja nontonnya, sekarang aku maunya itu, ke toko buku, beli
beberapa buku atau Cuma baca aja, terus kita gandengan sepanjang jalan, yeay!”
ujarku sambil tersenyum lebar.
“Sayang, emangnya kenapa sih?kok kamu ngotot banget pengen kyk begitu?tell
me why, dear” Tanya Mas tio yang masih penasaran.
“hmm, Mas Mau tau aja apa mau tau banget?” tanyaku mengerjainya
“Idih, apaan sih kamu kok kepo?” balasnya membuatku mati kutu, ya niatku
mengerjainya malah aku yang kena, hahahah, ah ya Mas Tio memang begitu dalam
kalemnya dia, ada sosok lucu disana.
“hahaha, iyadeh pinter sekarang becanda alaynya, hahaha, hmmm aku tuh dari
dulu sebelum nikah, tiap kali ke toko buku aku selalu iri ngeliat suami istri
muda kyk kita jalan di mall atau toko buku sambil pegangan tangan gitu, ihh aku
ngiri banget!! Makanya aku sumpah serapah dalam hati, kalo nanti udah nikah aku
mau kyk gitu sama suami aku.” Ujarku polos.
Mas Tio tersenyum penuh makna kepadaku, lalu mencium keningku.
“yaudah yuk jalan, hayuk, mau ke toko buku yang mana, my queen?” Tanya nya
sambil menggamit lenganku. Akhirnya kami sepakat untuk pergi ke gramedia di
salah satu mall besar di Jakarta, aku memintanya untuk naik busway saja, dan
iapun setuju. Dan tahukah?selama perjalanan menuju gramedia itu, tak sedetikpun
Mas Tio melepaskan genggamannya di tanganku. Semakin banyak tatapan mata yang
menatap kami, akan semakin erat ia menggenggam tanganku. Ah, Tio suamiku. Kami
terus bergenggaman tangan sambil melihat – lihat buku disana, tangannya
berganti – ganti menggenggamku dengan buku, tapi tidak ia lepaskan hanya
berganti – ganti saja. Dan aku bahagia. Puas berkeliling di toko buku itu, Mas
Tio mengajakku makan.
“Mau makan apa sayang?eh ke foodcourt situ yuk, dik. Mie tariknya enak loh”
katanya dengan expressi yang lucu.
“ih, gak mau, aku mau makan
cheese cake aja mas.” Ujarku manja.
“Loh, mana kenyang sayang makan
cheese kok doank sih, gini aja, kita ke foodcourt, aku pesen mie tarik, terus
nanti aku pesenin kamu juga cheese cake, nanti kita makan di foodcourtnya yah.”
Jawab Mas Tio mengajakku ke
foodcourt. Meski agak malas, aku menurut saja padanya.
Kami duduk di foodcourt, dan pesanan mie tarik mas tio pun sudah tiba, tapi
sepertinya ia lupa, sampai – sampai ia tidak juga memesankan cheese cake
untukku. Aku manyun terus selama menemaninya makan, sampai saat di suapan ke 2
ia teringat.
“Astagfirullah, sayang. Aku lupa, kamu mau cheese cake yah? Kamu laper
banget gak syang?” Tanya Mas tio
“yaudahlah Mas makan dulu aja, aku gak apa – apa” ujarku dengan wajah BT.
“Aduh sayang, maaf ya akunya lapar banget ini, oh iya gini aja sebelum aku
beliin cheese cakenya, kamu makan mie aja yah ni sama aku berdua sayang” Ujar
Mas Tio mencoba bergurau denganku. Aku yang saat itu sedang terlampau badmood
tidak mau tahu dengan alasannya.
“Tauk ah, mas nih gimana sih orang istrinya lagi laper juga! Eh masnya
malah enak – enakan duluan makan.” Ujarku mendengus kesal.
“Iya sayang maaf, aku laper
banget soalnya, tadi aku sarapan kan
sedikit, hmmm yaudah – yaudah ini aku cari cheese cake dulu ya, hmm dimana ya
yang jual cheese cake di mall ini, yaudah ni kamu makan mie ku dulu aja biar
gak kelaparan yah” Ujarnya sambil beranjak meninggalkanku dan mienya yang masih
belum habis seperempatnya pun. Pelan
– pelan ku lihat punggung tegap berkaos biru langit itu menghilang dari
pandanganku.
30menit berlalu, sosok Mas Tio belum juga muncul juga, aku gelisah, yang
aku fikirkan pertama kali adalah ya kemana Mas Tio?aku sudah lapar sekali, ku
kirim bbm padanya.
“Mas, kok lama sih?beli cheese cakenya ke hongkong yah?”
Tapi tak juga ada balasan, berkali – kali ku PING!!! Pun tidak dibaca sama
sekali. Ah baiklah ku putuskan untuk menelponnya setaelah pada menit ke 60 Mas
Tio tidak muncul dihadapanku, ya rasanya amarahku sudah sampai ke ubun – ubun,
kata makian sudah siap ku semburkan pada suamiku nanti ditelpon. Telponnya
diangkat..
“Hallo, Mas. Ihh dimana sih?beli cheese cakenya ke hongkong yah? Sejam donk
masa beli cheese cake aja!” Ujarku menggebu – gebu, tapi kemudian terdengar
suara yang begitu gaduh disana,
“Maaf Mba, ini Mba istrinya yang punya HP yah?ini kebetulan yang punya HP
lagi di UGD sedang dilakukan operasi karena tadi jantungnya ditusuk sama
pencopet didekat toko cake disebelah ATM itu” Ujar seseorang disebrang telpon
sana. DEGH!!! Aku lemas seketika, tapi untunglah aku tidak kehilangan
keseimbangan, segera ku Tanya dimana Mas Tioku. Tanpa fikir panjang lagi segera
ku hubungi kerabat kami untuk segera dating ke RS tempat Mas Tio berada. Aku
hancur, tapi tak sedikitpun air mataku keluar selama dalam perjalanan ke RS,
aku masih bingung dengan apa yang terjadi. Sesampainya disana, ku lihat
beberapa orang yang tak ku kenal didepan UGD, seorang bapak paruh baya
memegangi HP Mas Tio dan menghampiriku. Seolah mengerti bahwa aku istri Mas
Tio, dia menepuk bahuku.
“Mba sing sabar ya, si Ma situ orang baik, Mba yang kuat.” Ujarnya dengan
mata berkaca – kaca. Aku bingung bukan main.
“Pak ini ada apa sebenarnya?mana Mas Tio?mana?mana suami saya?” Tanya ku
dengan air mata yang mulai meleleh. Ah ya mas Tio, mana Mas Tioku?
“Mana?mana Mas tioku?mana?” tanyaku dengan setengah berteriak, lalu seorang
ibu dan anak perempuan kecilnya menghampiriku dengan berurai air mata.
“Mba, saya ingin berterimakasih
sebelumnya, karena Suami Mba tadi sudah menolong saya dari upaya pencopetan
didekat ATM, Ma situ yang menolong saya saat dia baru saja keluar dari toko kue
dekat ATM itu, kejadiannya begitu cepat, Suami mba mencoba menghajar pencopet
itu namun ternyata pencopet itu membawa pisau lipat yang akhirnya ditusukan ke
tepat di dada kiri suami mba” ucap perempuan itu dengan suara begetar,
aku?tentu saja seperti disambar petir disiang bolong, mendengar itu semua itu,
ku arahkan pandangaku kea rah gadis kecil disamping ibu itu yang sedang asyik
menikmati cheese cake kecil ditangannya, aku langsung merebut cheese cake itu
dan tangiskupun pecah sekeras – kerasnya, lalu ku buang cheese cake itu ke
lantai hingga berhamburan, gadis kecil itu menangis, aku tak peduli, yang ku
pedulikan hanya suamiku, Mas Tioku. Aku membenci cheese cake, ya karena cheese
cake Mas tio jadi harus mengalami semua ini, andai saja aku tadi tidak
memintanya untuk membelikan cheese cake untukku, pasti keadaannya tidak begini.
Lampu operasi pun padam, satu
persatu orang – orang berseragam hijau itu keluar kamar operasi, aku segera
berlari menghambur kea rah mereka.
“Dokter, bagaimana?bagaimana suami saya? Bagaimana Mas Tio?” Tanya ku
dengan air mata yang deras turun. Dokter menatapku sebentar dan mengela nafas,
lalu sambil membuka maskernya, iapun angkat bicara.
“maafkan kami Mba, kami sudah berusaha keras, tapi rupanya nyawa suami mba
tidak dapat terselamatkan.” Ujarnya membuat pertahananku hancur, ia apa ini
apa?kabar apa ini?aku seketika pingsan.
!5 menit aku tak sadarkan diri, ku buka mataku dan sudah banyak keluargaku
dan mas tio yang dating, aku beranjak bangun mempertanyakan Mas Tioku.
“Ran, mau kemana kamu?”Tanya Bapak padaku saat melihatku beranjak dari
tempat tidur rumah sakit.
“Aku mau cari Mas Tio, mau bangunin Mas Tio, dia belum makan, tadi baru
makan mie sedikit, kasian dia.” Ujarku masih dengan air mata berlinang.
“Ran, sadar, nduk. Tio mu itu sudah tidak ada sekarang.” Ujar Ayah mertuaku.
Ku tatap wajah ayah mertuaku, tangisku pecah lagi semakin keras, aku
berlari ke ruang UGD, tapi kemudain dihalangi oleh beberapa keluargaku.
“Ran, sabar. Saat ini jenazah Tio sedang diurus pemulangannya ke rumah,
kamu pulihkan dulu kondisimu.” Ujar Bapakku kali ini.
Aku tidak bisa melawan tubuhku yang kembali lunglai menyadari bahwa MAs
tioku kini sudah dipangkuan Yang Esa. “Tapi Mas Tio belum makan banyak tadi,
pak, bu” gumamku selama dalam perjalanan pulang, atas permintaanku, ditengah
jalan akhirnya aku ikut menumpang mobil ambulance dan duduk disamping jenazah
suamiku, Mas Tioku yang gagah.
“Mas, maafin aku, ayo bangun, kita makan mie tarik lagi, sekarang aku gak
akan minta mas belikan aku cheese cake lagi, nggak mas, kita makan mie tarik
aja yah, ayo mas bangun makanya.” Ujarku dengan air mata yang terus berlinang,
tapi sosok mas Tio yang kini sudah sangat pucat ini pun tak bergeming
sedikitpun, hingga aku terus menggoyang – goyangkan badannya berharap ia
terbangun dan hanya bergurau dengaku untuk pura – pura mati. Tapi ternyata aku
salah, ya Mas Tioku yang tampan, yang gagah yang baru menikahiku 2 hari ini
kini sudah terbujur kaku kembali ke Pemiliknya yang sesungguhnya. Bertahun –
tahun aku mengenalnya, Tuhan hanya mengizinkan aku memilikinya 2 hari saja. Sungguh
Tuhan lebih mencintainya dibanding aku yang baru 2 hari menjadi istrinya. Ya
selamat jalan suamiku, Mas Tioku sayang, smoga kau ditempatkan ditempat yang
layak disisi-Nya.
Aku Rani Anindya Saputro akan tetap mencintaimu dengan setulus hatiku seumur
hidupku dan tetap hidup sebagai istrimu hingga waktunya aku menyusulmu, ya, jika
tak disini, maka di akhirat nantilah kita akan bersama, selamanya Mas Tioku
sayang.
Menarik.. :)
BalasHapushahaha..iseng :D
BalasHapus