Pandangan kami beradu di sela - sela kerumunan orang - orang yang sedang menikmati penampilan band jazz yang sedang menggelar mini concert di sebuah coffee shop milik salah satu personil mereka. Ah, hanya beberapa detik saja, lagi pula akupun sudah lupa bagaimana jelas raut wajahnya, iya semua karena aku tidak mengenakan kacamataku. Aku menenggak caramel machiatoku pelan sambil mengobrol ringan dengan teman - temanku.
"Eh, tadi arsitek yang mau ngedesign cafe kita siapa jadinya?" Tanya Rangga salah satu temanku memulai pembicaraan.
"Loh katanya mau pake temenya Felix yang anak Aussie itu, emm siapa namanya..err.eh..aduh" Jawab Sissy yang kebingungan menghafal nama arsitek yang dimaksud, sejurus kemudian sosok felix datang dengan seorang pria berkacamata minus dan berambut cepak.
"Oi, guys! sorry - sorry gw tadi ngeshoot home bandnya dulu, keren banget soalnya performance nya, men! " Ujar Felix heboh, ya Felix memang salah satu teman kami yang paling heboh dan rusuh untuk beberapa hal, dan kami menyayanginya. Kami hanya tertawa - tawa kecil mendengar kehebohan yang Felix ceritakan, dan aku sambil sesekali mencuri - curi pandang ke arah lelaki berkacamata minus yang felix bawa, ah sepertinya aku pernah melihat mata itu, tapi dimana..
"Oia, ini kenalin, temen gw yg gw critain itu, namanya AB..emm, lengkapnya Abimanyu, tapi dia biasa dipanggil Abe." Ucap Felix dengan bangganya memperkenalkan lelaki disampingnya.
"Hi, guys, gw Abe.." Ucap pria itu manis, sambil mengulurkan tangannya bergantian kepada kami.
"Abe ini tinggal di Aussie yah?" Tanya sissy kemudian.
"OH iya, dia sebenernya masih kuliah di aussie tapi ini dia lagi liburan ya selama 2 bulanan ke depan dia bakal disini, makanya mungkin bisa bantu - bantu ngedesign cafe kita, heheh" jawab Felix sambil nyegir kuda.
"Ih, felix! gue kan tanyanya sama Abe, kok jadi lo yang jawab sih ih" Sahut Sissy kesal.
Aku haya tersenyum kecil melihat tingkah teman - temaku itu, Abe pun hanya tersenyum simpul sebelum akhirnya melihat ke arahku dan membuat jantungku nyaris berhenti berdetak, ah aku tidak tahu kenapa bisa begini.
"Oh iya, lo tadi yang berdiri di tengah kerumunan penonton itu kan yah?" Tanyanya kemudian.
"eh, iya, hahhaa kok lo bisa tau sih, be?" tanyaku polos dengan detakan jantung yang sama seperti saat ia melihatku sebelum ia mulai bicara.
"Iya tadi gw ngeliat lo, lo suka jazz juga yah?" Tanya Abe kembali, ah Tuhan aku tidak tahu seperti apa warna pipiku saat ia kemudia bertanya kepadaku dengan senyuman yang...menyejukan.
Belum sempat aku menjawab, Sissy mendahuluiku menjawab.
"Idih Abe, kok Loza terus yang ditanyain, gw sama Rangga enggak ih" kata sissy sok protes.
Abe menatapku sekilas, aku semakin kikuk, ah ini betul - betul awkward moment.
"Hehehe, iya deh iya, sissy suka juga sama lagu - lagu jazz yah?" tanya Abe dengan mimik wajah yang begitu manis, Hah, kenapa sih ada sosok pria seperti Abe, yang pada saat pertama bertemu saja sudah begitu mudah untuk dikagumi. Pertanyaan Abe tadi mengungang gelak tawa kami, kami?ah tidak mereka, ya hanya mereka, aku terlalu kikuk untuk ikut tertawa dengan mereka.
Tiba - tiba Hpku berderit, sebuah sms masuk..
Unkwon number..ah siapa ini..
"Za, gw sadar sekarang seberapa worth it lo untuk gw pertahankan"
DEGH!! aku lunglai seketika, ini pasti Ben..pria yang sudah membuatku begitu rapuh saat ia memutuskan hubungannya denganku sebulan lalu dan membuatku lebih porak poranda dengan mempertontonkan kemesraannya dengan pacar barunya di twitter. Rangga sepertinya membaca apa yang terjadi tanpa aku ceritakan. Ia mengisyaratkan aku untuk menyerahkan handphoneku padanya, aku menurut saja padanya. Rangga dengan santai nampak mengotak atik HPku, sebelum kemudian memberikannya kembali padaku, aku memeriksa HP ku, ah ternyata Rangga menghapus sms Ben. Suasana menjadi agak kaku, karena aku yang sedari tadi tertawa - tawa menjadi murung karena sms itu, dan Ranggapun bersikap yang sama dengaku, seolah moodnya jg ikut terganggu. Hanya terdengar Felix yang terus heboh menceritakan konsep cafe kami kepada Abe yang nampak mengamatiku diam - diam.
"Za, sakit yah?pucet banget gitu" Tanya sissy akhirnya kemudian, aku bukannya tak menikmati kebersamaan kami sore itu, tapi aku benar - benar ingin menangis saat menerima sms dari Ben itu, aku masih begitu mencintainya meski Ben sudah menghempaskan aku dengan begitu kasar, tapi aku juga tak cukup berani untuk menyambut uluran tangan ben kembali, karena aku tahu, teman - teman baikku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, mereka terlalu takut aku tersakiti lagi, dan aku menghargai mereka.
"Iya, Loza sakit sy, gw anterin dia balik dulu yah, lo pada kalo masih mau discuss soal konsep cafe dan arsitekturnya, terusin aja dulu yah, gw anter Loza balik dulu, ayo za." Ujar Rangga sambil mengulurkan tangannya padaku. Aku menatapnya sebentar, mata teduh sahabatku sedari kecil ini mampu membuatku mengiyakan semua maunya. Aku beranjak bangun dari dudukku, dan meninggalkan sahabat - sahabatku juga Abe di sana.
"Ben, semua gara - gara Ben kan, Za?" Tanya Rangga sambil mengemudikan mobilnya pelan.
Aku tak menjawab, hanya buliran air mataku saja yang turun perlahan - lahan dari sudut mataku.
"Za, kenapa sih lo masih rapuh aja dapet sms dari si brengsek ben itu?lo gak inget dia ngebuang lo kayak apa?kenpa Za?" Tanya Rangga kembali, aku masih terus menangis bahkan dengan debit air mata yang lebih deras, aku sesak.
"Za.." Tanya Rangga dengan intonasi agak tinggi, sebelum kmudian ia melihat ke arahku yang duduk disampingnya dengan berurai air mata. Spontan Rangga menghentikan laju mobilnya dan menggenggam jemariku.
"Za, gw minta maaf klo gw bikin lo nangis, tapi Za udah donk jangan sampe lo kebawa hati lo terus, lo jangan kalah sama perasaan random lo itu, jangan biarin Ben mainin perasaan lo lagi" Ujar Rangga sambil terus menggenggam jemariku, aku semakin tersedu - sedu saat melihat ke dalam matanya yang sungguh - sungguh memintaku berhenti menjadi bodoh karena tetap mencintai Ben.
"Ga, lo tau kan gimana sayangnya gw sama Ben?gimana dalemnya perasaan gw sama Ben?" Tanya ku kemudian.
"Iya gw tau, tau banget! tapi terus emang itu semua bikin si Ben itu jadi beneran sayang juga sama lo?kan enggak Za, lo gak inget apa dia ngebuang lo kayak apa demi cinta masa sekolahnya itu?lo lupa Za?lupa?!" Tanya Rangga dengan nada yang lebih tinggi, dan kemudian disambut oleh bunyi klakson kendaraan di belakang kami yang jadi tersendat karena Rangga menghentikan mobilnya sembarangan dan tiba2. Rangga tetap tak bergeming dengan suara klakson dan makian pengguna jlan lainnya, aku menatap rangga, dan menggenggam jemarinya erat, sambil berujar..
"Ga, gw baik - baik aja, gw kuat kok ga, gw gak apa - apa, lo jangan khawatir yah.." Ujar ku sambil menghapus air mataku dan meyakinkan Rangga, Rangga nampak luluh dan akhirnya menjalankan mobilnya kembali....
"Eh, tadi arsitek yang mau ngedesign cafe kita siapa jadinya?" Tanya Rangga salah satu temanku memulai pembicaraan.
"Loh katanya mau pake temenya Felix yang anak Aussie itu, emm siapa namanya..err.eh..aduh" Jawab Sissy yang kebingungan menghafal nama arsitek yang dimaksud, sejurus kemudian sosok felix datang dengan seorang pria berkacamata minus dan berambut cepak.
"Oi, guys! sorry - sorry gw tadi ngeshoot home bandnya dulu, keren banget soalnya performance nya, men! " Ujar Felix heboh, ya Felix memang salah satu teman kami yang paling heboh dan rusuh untuk beberapa hal, dan kami menyayanginya. Kami hanya tertawa - tawa kecil mendengar kehebohan yang Felix ceritakan, dan aku sambil sesekali mencuri - curi pandang ke arah lelaki berkacamata minus yang felix bawa, ah sepertinya aku pernah melihat mata itu, tapi dimana..
"Oia, ini kenalin, temen gw yg gw critain itu, namanya AB..emm, lengkapnya Abimanyu, tapi dia biasa dipanggil Abe." Ucap Felix dengan bangganya memperkenalkan lelaki disampingnya.
"Hi, guys, gw Abe.." Ucap pria itu manis, sambil mengulurkan tangannya bergantian kepada kami.
"Abe ini tinggal di Aussie yah?" Tanya sissy kemudian.
"OH iya, dia sebenernya masih kuliah di aussie tapi ini dia lagi liburan ya selama 2 bulanan ke depan dia bakal disini, makanya mungkin bisa bantu - bantu ngedesign cafe kita, heheh" jawab Felix sambil nyegir kuda.
"Ih, felix! gue kan tanyanya sama Abe, kok jadi lo yang jawab sih ih" Sahut Sissy kesal.
Aku haya tersenyum kecil melihat tingkah teman - temaku itu, Abe pun hanya tersenyum simpul sebelum akhirnya melihat ke arahku dan membuat jantungku nyaris berhenti berdetak, ah aku tidak tahu kenapa bisa begini.
"Oh iya, lo tadi yang berdiri di tengah kerumunan penonton itu kan yah?" Tanyanya kemudian.
"eh, iya, hahhaa kok lo bisa tau sih, be?" tanyaku polos dengan detakan jantung yang sama seperti saat ia melihatku sebelum ia mulai bicara.
"Iya tadi gw ngeliat lo, lo suka jazz juga yah?" Tanya Abe kembali, ah Tuhan aku tidak tahu seperti apa warna pipiku saat ia kemudia bertanya kepadaku dengan senyuman yang...menyejukan.
Belum sempat aku menjawab, Sissy mendahuluiku menjawab.
"Idih Abe, kok Loza terus yang ditanyain, gw sama Rangga enggak ih" kata sissy sok protes.
Abe menatapku sekilas, aku semakin kikuk, ah ini betul - betul awkward moment.
"Hehehe, iya deh iya, sissy suka juga sama lagu - lagu jazz yah?" tanya Abe dengan mimik wajah yang begitu manis, Hah, kenapa sih ada sosok pria seperti Abe, yang pada saat pertama bertemu saja sudah begitu mudah untuk dikagumi. Pertanyaan Abe tadi mengungang gelak tawa kami, kami?ah tidak mereka, ya hanya mereka, aku terlalu kikuk untuk ikut tertawa dengan mereka.
Tiba - tiba Hpku berderit, sebuah sms masuk..
Unkwon number..ah siapa ini..
"Za, gw sadar sekarang seberapa worth it lo untuk gw pertahankan"
DEGH!! aku lunglai seketika, ini pasti Ben..pria yang sudah membuatku begitu rapuh saat ia memutuskan hubungannya denganku sebulan lalu dan membuatku lebih porak poranda dengan mempertontonkan kemesraannya dengan pacar barunya di twitter. Rangga sepertinya membaca apa yang terjadi tanpa aku ceritakan. Ia mengisyaratkan aku untuk menyerahkan handphoneku padanya, aku menurut saja padanya. Rangga dengan santai nampak mengotak atik HPku, sebelum kemudian memberikannya kembali padaku, aku memeriksa HP ku, ah ternyata Rangga menghapus sms Ben. Suasana menjadi agak kaku, karena aku yang sedari tadi tertawa - tawa menjadi murung karena sms itu, dan Ranggapun bersikap yang sama dengaku, seolah moodnya jg ikut terganggu. Hanya terdengar Felix yang terus heboh menceritakan konsep cafe kami kepada Abe yang nampak mengamatiku diam - diam.
"Za, sakit yah?pucet banget gitu" Tanya sissy akhirnya kemudian, aku bukannya tak menikmati kebersamaan kami sore itu, tapi aku benar - benar ingin menangis saat menerima sms dari Ben itu, aku masih begitu mencintainya meski Ben sudah menghempaskan aku dengan begitu kasar, tapi aku juga tak cukup berani untuk menyambut uluran tangan ben kembali, karena aku tahu, teman - teman baikku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, mereka terlalu takut aku tersakiti lagi, dan aku menghargai mereka.
"Iya, Loza sakit sy, gw anterin dia balik dulu yah, lo pada kalo masih mau discuss soal konsep cafe dan arsitekturnya, terusin aja dulu yah, gw anter Loza balik dulu, ayo za." Ujar Rangga sambil mengulurkan tangannya padaku. Aku menatapnya sebentar, mata teduh sahabatku sedari kecil ini mampu membuatku mengiyakan semua maunya. Aku beranjak bangun dari dudukku, dan meninggalkan sahabat - sahabatku juga Abe di sana.
"Ben, semua gara - gara Ben kan, Za?" Tanya Rangga sambil mengemudikan mobilnya pelan.
Aku tak menjawab, hanya buliran air mataku saja yang turun perlahan - lahan dari sudut mataku.
"Za, kenapa sih lo masih rapuh aja dapet sms dari si brengsek ben itu?lo gak inget dia ngebuang lo kayak apa?kenpa Za?" Tanya Rangga kembali, aku masih terus menangis bahkan dengan debit air mata yang lebih deras, aku sesak.
"Za.." Tanya Rangga dengan intonasi agak tinggi, sebelum kmudian ia melihat ke arahku yang duduk disampingnya dengan berurai air mata. Spontan Rangga menghentikan laju mobilnya dan menggenggam jemariku.
"Za, gw minta maaf klo gw bikin lo nangis, tapi Za udah donk jangan sampe lo kebawa hati lo terus, lo jangan kalah sama perasaan random lo itu, jangan biarin Ben mainin perasaan lo lagi" Ujar Rangga sambil terus menggenggam jemariku, aku semakin tersedu - sedu saat melihat ke dalam matanya yang sungguh - sungguh memintaku berhenti menjadi bodoh karena tetap mencintai Ben.
"Ga, lo tau kan gimana sayangnya gw sama Ben?gimana dalemnya perasaan gw sama Ben?" Tanya ku kemudian.
"Iya gw tau, tau banget! tapi terus emang itu semua bikin si Ben itu jadi beneran sayang juga sama lo?kan enggak Za, lo gak inget apa dia ngebuang lo kayak apa demi cinta masa sekolahnya itu?lo lupa Za?lupa?!" Tanya Rangga dengan nada yang lebih tinggi, dan kemudian disambut oleh bunyi klakson kendaraan di belakang kami yang jadi tersendat karena Rangga menghentikan mobilnya sembarangan dan tiba2. Rangga tetap tak bergeming dengan suara klakson dan makian pengguna jlan lainnya, aku menatap rangga, dan menggenggam jemarinya erat, sambil berujar..
"Ga, gw baik - baik aja, gw kuat kok ga, gw gak apa - apa, lo jangan khawatir yah.." Ujar ku sambil menghapus air mataku dan meyakinkan Rangga, Rangga nampak luluh dan akhirnya menjalankan mobilnya kembali....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar