Jumat, 24 Februari 2012

Karena Kau begitu Abu - Abu.

Ku tatap wajah cantik yang menggandeng lenganku manja di foto yang ku simpan di meja kerjaku, ada rindu yang menggelayuti hatiku. Hampir seminggu aku menjalani hariku tanpanya, ya istriku, aku mengizinkannya pergi ke amsterdam untuk tour bersama teman - temannya, sementara aku di sini memboyong Ibu ku untuk tinggal di rumahku sementara istriku di amsterdam. Tiba - tiba HP ku berderit, ah sms dari istriku rupanya.

"Mas, aku sudah landing nih jemput yah di bandara, please, please, please :D" -My beloved wifey-

Senyumku mengembang seketika, namun tak lama meredup lagi, ah apa jadinya jika hari ini ia ku bawa pulang lalu bertemu dengan Ibu ku di rumah? sejak awal kami pacaran zaman SMA dulu, Ibuku kurang setuju aku menjalin hubungan dengannya, bukan saja karena di keluarga kami tidak mengenal istilah pacaran, tapi juga karena Cheryl tidak berjilbab seperti halnya Ibu dan istri - istri kakak - kakak ku yang lainnya. Aku tidak mau memaksa cheryl untuk  segera berjilbab, karena aku faham betul wataknya, ia tak bisa dipaksa, semakin ku paksa ia akan semakin memberontak, ahh baiklah ini karena aku terlalu mencintainya, sehingga untuk urusan jilbab aku menomor sekiankan hal itu, yang terpenting bagiku adalah cheryl tidak pernah meninggalkan shalatnya kecuali saat ia datang bulan. Lama tak ku balas smsnya, aku larut dalam kekhawatiranku sendiri, lalu sebuah telpon pun masuk, nomor cheryl rupanya.

"Hallo, assalammu'alaikum Mas Tio" Ucapnya lembut.
"Iya, wa'alikumussalam sayang. " Jawabku senang.
"Ih, mas gimana sih, kok smsku ndak di balas, aku udah cape nih, pengen cepet sampe rumah. Jemput yah" Ujar Cheryl mendengus.
"Ah, iya sayang. Aku masih ada urusan di kantor, memang kamu nda bisa naik taksi?" Jawabku dengan agak menyesal, bagaimana pun Ibu pasti tidak akan suka aku keluar kantor hanya untuk menjemput cheryl pulang, aku tak ingin Ibu berfikir cheryl menyusahkanku saja, aku tak ingin cheryl tersudut.
"Ih, kok gitu sih mas, hmmm..yaudah dech kalo gitu, Mas terusin aja kerjaannya di Kantor, aku pulang sendiri aja gak apa, heheh" Ujar cheryl dengan nada agak kecewa, namun suara tawa ringannya itu sedikit melegakanku, ahh cheryl sayang, maafkan Mas, pekikku dalam hati.

**************************************************************************
Sorenya, selepas maghrib aku memacu mobilku cepat ke arah rumahku, hari itu jalanan lumayan bersahabat denganku, tak ada macet, hingga aku bisa segeratiba di rumah ku. Ku lihat di teras rumah Ibu sedang duduk sambil memegang tasbih di tangannya, aku menghampiri Ibu dan ku cium punggung tangannya takzim.
"Loh bu, kok Ibu di luar sih? gerah ya bu?" tanyaku pada Ibu yang terlihat agak kesal.
"Ibu takut khilaf kalau di dalam, takut ibu kalap memaki istrimu itu." Ujar ibu sambil meneruskan dzikirnya. Aku terkesiap, ah ulah cheryl yang mana yang membuat ibu sampai bersikap seperti itu.
Aku tidak meneruskan pembicaraan kami, aku langsung pamit kepada ibu untuk segera masuk ke rumah, hatiku panas namun tak henti bertanya tanya ada apa rupanya dengan cheryl, tiba di ruang tamu, aku melihat beberapa shopping bag yang tersimpan di sofa ruang tamu kami, tak ada yang aneh, ini memang pemandangan yang lazim terjadi saat cheryl baru pulang travelling, aku beranjak ke ruang tengah, disana ku dapatai istriku cheryl tengah membereskan kopernya, ku sentuh bahunya dari belakang sambil mengucap salam, lalu cheryl menjawab dan menoleh, namun apa yang ku dapatai, pipi cheryl basah, ia menangis, Astagfirullah aku kaget bukan main, apa yang terjadi dengan ke 2 bidadari ku ini.
"Sayang, ada apa?kenapa nangis?Kamu ngambek sama Mas?Mas minta maaf sayang, maaf" Ucapku sambi menyeka air matanya, cheryl menggelengkan kepalanya dan memelukku erat. Aku bingung sekaligus panik karena cheryl tak berhenti menangis, 5 tahun pacaran dan sudah 3 tahun pernikahan, aku tak pernah melihat cheryl sesedih ini. Ku papah cheryl ke kamar, aku tak ingin situasi ini dilihat oleh Ibu ku.
"Sayang, ada apa?jujur sama mas, ayo ada apa?" Ujarku sambil mendudukannya di sofa kamar kami. Cheryl mulai menyeka air matanya sambil berusaha menenangkan diri, aku meraih segelas air putih yang ada di kamar kami dan membiarkannya minum. Pelan - pelan setelah cheryl agak tenang, akhirnya ia mulai mau bercerita.
"Mas, aku minta maaf karena aku selalu menyusahkan mas bahkan setelah kita 8tahun bersama pun, aku masih terus membuat mas susah, menghabiskan uang mas dengan terus berkeliling dunia, dan bahkan karena keegoisanku juga, mas akhirnya setuju untuk aku agar tidak memiliki anak dulu." Ujar Cheryl tertahan, aku menggengam tanganya dan menatapnya dalam.
"Sayang, siapa bilang aku merasa disusahkan olehmu, siapa bilang aku merasa keberatan dengan semua itu sayang, siapa?aku merasa baik - baik saja, soal anak bukankah ini demi study mu, kita kan sudah sepakat untuk menunda memiliki momongan hingga S2 mu selesai sayang." Ujarku sambil kemudian memeluk cheryl erat, Cheryl tetap sesenggukan, dia nampak begitu lelah dan terpukul. Setelah itu ia nampak lebih tenang, terlebih setelah adzan isya berkumandang, dari luar kamar terdengar suara ibu memanggilku dengan setengah berteriak.
"Tio, ayo berjama'ah nak" Ujar Ibu setengah berteriak, aku menyahut dengan cepat dan segera berwudhu di kamar mandi, kamarku. Ku ajak Cheryl untuk bergabung berjama'ah denganku dan Ibu, namun cheryl menolak dengan alasan ingin lebih khusyu' shalat sendiri di kamar, aku lagi - lagi tak kuasa memaksa istriku untuk menjalankan shalat dengan cara yang lebih utama yaitu berjama'ah.
Aku menghampiri ibuku di mushola rumahku dengan agak berat karena harus meninggalkan cheryl sendirian, Ibu menatapku heran, "Mana istri cantikmu itu?kenapa tidak ikut berjama'ah?" tanya ibu padaku. Aku hanya tersenyum tanpa berniat mendebatnya, aku tak mau aku malah jadi memperkeruh suasana, segera ku lafalkan iqomat untuk segera memulai shalat kami.
Ku imami Ibu ku dengan khusyu', selepas shalat dan dzikir, aku mencium punggung tangannya, Ibu memegang kepalaku dan mengusapnya, aku larut dalam suasana itu hingga aku merasakan ada tetesan hangat yang menetes ke kepalaku, aku mendongak, ternyata Ibu ku menangis. Ya Allah, ada apa ini, kenapa hari ini 2 bidadari dunia ku menangis?
"Bu, Ibu kenapa kok nangis?Tio ada salah apa sama ibu?" tanyaku pelan sambil mengusap pipinya yang sudah penuh kerut.
"Tio, apakah Ibu pernah memintamu untuk melakukan sesuatu yang Ibu inginkan? dan apakah pernah Ibu menolak apapun yang kamu pinta?" tanya ibu lirih.
Aku terhenyak mendengar pertanyaan Ibu, seketika aku merasa mataku panas, rasanya buliran air mataku juga tak mau kalah untuk keluar dari pelupuk mataku.
"Ibu, demi Allah yang nyawaku ada dalam genggaman-Nya, tak pernah sekalipun Ibu meminta sesuatu hal pun kepadaku, dan tak pernah sekalipun Ibu menolak permintaaanku meski ibu tak suka, memangnya ada Bu, ada apa?coba katakan pad Tio." Ujarku dengan air mata yang mulai tumpah, kali itu aku merasa menjadi anak yang begitu durhaka karena telah membiarkan Ibu ku meneteskan air matanya dengan deras, namun sungguh aku tak mengerti perihal sebab Ibu menangis.
"Tio, 32 tahun Ibu membesarkanmu tidak pernah sekalipun Ibu meminta sesuatu halpun kepadamu, lalu apakah salah jika saat ini diakhir usia senja Ibu, Ibu meminta sesuatu padamu, nak?" tanya Ibu sambil mengusap wajahku dengan air matanya yang masih berlinang, tanpa fikir panjang lagi aku mengiyakan, "Silahkan bu, mintalah apa yang Ibu inginkan, Tio pasti akan berikan apapun yang ibu inginkan Insya Allah." Ujarku cepat dan bersungguh - sungguh.
"di usia senja ibu ini, Ibu ingin kau ceraikan istrimu Katrina Cheryl Widodo." Ujar Ibu dengan suara bergetar namun terdengar begitu sungguh - sungguh, aku tersentak hebat, Ya Allah bagaimana mungkin, bagaimana mungkin aku menceraikan wanita yang telah kucintai selama 8 tahun ini, aku tak sanggup, aku melepaskan genggaman jemari ibuku yang sedari tadi mengusapi wajahku, aku menatapnya penuh kesedihan, aku betul - betul tidak sanggup untuk memenuhi permintaanya yang satu ini.
"Kenapa, kau keberatan dengan permintaan ibu ini?kau tak rela Ibu meminta hal itu?hah?" Ucap Ibu sambil terus menerus menangis.
"Tapi Bu, kenapa?kenapa harus hal ini yang Ibu pinta dariku?Bukankah Ibu tahu, aku tak bisa hidup tanpa cheryl?Bahkan dari 8 tahun lalu pun aku sudah ungkapkan ini kepada Ibu dan keluarga besar kita kan bu?salah Cheryl apa hingga ibu menyuruh aku menceraikannya?" Tanya ku dengan wajah memelas.
"Kau masih tanya alasannya?perlukah Ibu beberkan? Tio, Ibu yakin kamu tidak asing dengan istilah birul walidayn kan?apakah kamu tidak menganggap bahwa permintaan Ibu ini adalah sebuah sarana untukmu mengamalkan Birul walidayn itu?" tanya Ibu sambil menyeka air matanya.
Aku terhenyak, lama aku terdiam tak terdengar suara kami berbantahan lagi, yang terdengar hanya suara sesenggukan kami berdua. hingga akhirnya aku teringat sesuatu.
"Tapi bu, bukan kah birul waidyn itu hanya bisa dilaksanakan untuk hal - hal yang baik saja, bukan untuk hal yang mendatangkan kemudharatan, apalagi hal yang dibenci Allah yaitu perceraian?" Ujarku merasa ada pembenaran. Ibu ku menatapku lembut, dan aku begitu menyukai tatapan itu, kemudian ia membetulkan posisi duduknya. Ia tersenyum sambil berkata.
"Sepertinya kamu lupa akan satu riwayat, nak. ' Dari sahabat Abdullah bin umar brkata: Aku mempunyai seorang istri serta mencitainya dan umar tidak suka kepada istriku. Kata umar kepadaku 'Ceraikanlah istrimu' lalu aku tidak mau. Maka umar datang kepada Nabi shalallahu 'alihi wassaalam dan menceritakannya, kemudian nabi  berkata 'ceraikanlah istrimu'  dan hadist ini diriwayatkan oleh Imam tirmidzi dan Abu daud, lalu jika kamu belum puas, berikut ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh abu darda, ' Dari Abu darda radiyallahu 'anhu: bahwa ada seseorang datang kepadanya dan berkata 'Sesungguhnya aku memiliki seorang istri dan menyuruhku menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam  bersabda ' Orang tua adalah sebaik - baiknya pintu surga, seandainya kamu mau, maka jagalah pintu itu jangan engkau siasiakan , maka engkau jaga' " Ibu menjelaskan semuanya dengan panjang lebar, aku terkesiap Astagfirullah bagaimana mungkin aku lupa akan semua riwayat yang ibu sebutkan, aku akui memang setelah aku menikah, aku jadi jarang menghadiri majlis - majlis ilmu, bahkan halaqahku sudah off sama sekali.
"Aku mengerti bu, tapi aku mohon berikan aku satu alasan mengapa aku harus menceraikan Cheryl bu?" tanyaku masih bersikeras.
"Tio, apa kau tidak merasa ada yang berubah dengan ruhani mu semenjak kau menikah??coba hitung semenjak kau menikah berapa kali kamu mendatangi kelompok halaqah mu??kamu fikir ibu tidak tahu?lalu kamu fikir sebagai imam keluarga dan lelaki yang memiliki fondasi iman yang kuat sedari kecil, apakah dibenarkan untuk menolak rizki Allah dengan menunda memiliki momongan?Tio ketahuilah bahwa kamu sungguh telah dibutakan oleh cintamu terhadap istrimu sehingga kamu mau saja melakukan hal - hal yang bertentangan dengan syariat agama?"ujar ibu dengan nada tegas sekarang.
"Tapi bu bukankah hal tersebut masih belum fatal, aku masih bisa memperbaiki semuanya bu, tidak harus bercerai, lagi pula cheryl adalah istri yang baik, aku tidak menemukan noda setitikpun dari aktifitas ibadah cheryl, dia rajin shalat dan puasa bu." ujarku tak mau kalah.
"Baiklah, katakanlah dia rajin shalat dan puasa, lalu bagaimana dengan kewajiban berjilbabnya?adakah ia mengenakan jilbab sekarang?kamu tidak lupa kan dengan perumpamaan orang yang mengisi air dengan bejana yang bolong disetiap sisinya?semua airnya tidak seutuhnya tersimpan di bejana itu, airnya tercecer kemana2 dan tidak akan bisa penuh, nah seperti itulah cherylmu itu saat ini." ujar ibu sambil beranjak pergi dari mushola rumahku, ibu meinggalkanku dalam keadaan bimbang, aku sungguh mencintai istriku cheryl, aku teramat mencintainya, namun aku juga begitu ingin berbakti pada wanita hebat yang menjadi ibuku, aku tahu beliau tidak mungkin marah jika perkara itu remeh. Aku tersungkur dalam sujud panjangku, berat rasanya hari ini bagiku.
Lalu dari belakang terdengar suara langkah kali yang mendekat ke arahku, cheryl rupanya.
"Mas, ada apa?kok lama sekali shalatnya?" tanya cheryl yang terlihat sudah lebih baik.
Aku mentapnya dalam, wajahnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, matanya yang bulat dan bening, rambutnya yang ia cat pirang, ahh katrina cheryl widodo yang ku cintai, bagaimana mungkin kau harus ku ceraikan.
"Ada apa sih mas?mas berantem sama Ibu?" tanya cheryl padaku.
"Cheryl, ah maksudku, sayang, kamu masih belum kefikiran juga untuk pakai jilbab?" tanyaku kembali padanya.
"Hah?hahahhaha, belum lah mas, aku kan sering bilang, aku masih kepengen jilbabin hatiku dulu, heheh" ujarnya cengengesan, aku menanggapinya hambar tanpa senyum sama sekali, rupanya cheryl masih belum menganggapku serius.
"memang kenapa mas?Kamu mau aku pake jilbab segera?atau Ibumu yang memintaku untuk segera berjilbab?" tanya cheryl kemudian.
"Aku sayang, aku yang menginginkanmu untuk segera berjilbab, itu kan wajib sayang, perintah agama, perintah Allah, bahkan itu tertulis jelas di surat Al- Ahzab ayat 59." ujarku berhatu - hari padanya. Cheryl mengerutkan keningnya, ia menarik rambut pirangnya kebelakang.
"Mas, Mas Tio kan selama 5 tahun pacaran dan sekarang 3 tahun usia pernikahan kita selalu janji mau menerima aku apa adanya, lah kok sekarang mas nuntut aku bgitu sih?" tanya cheryl kemudian, aku tahu tak akan mudah bagi cheryl memenuhi permintaanku.
"Kalau mas nuntut aku supaya aku pake jilbab kayak Ibu, kayak Mbak Reni, Mbak Adis, dan Mba Tiur, istri - istri kakak kakakmu itu, berarti Mas tak menerimaku apa adanya." Ujar Cheryl dengan mata memerah.
"Kamu salah sayang, menyuruhmu berjilbab itu bukan keinginanku, tapi keingingan Allah Tuhan kita semua! masa kau tidak faham juga?" ujarku sedikit emosi dengan sanggahan - sanggahan Cheryl.
"Baiklah kalau itu perintah Tuhan, yasudah biarkan saja ini menjadi urusanku dengan Tuhan saja, Mas, Ibu atau siapapun jangan ikut campur soal urusan ini." Ujar cheryl yang membuatku tersentak hebat, bagaimana mungkin gadis cantik yang selalu aku banggakan akhlaknya berani bicara seperti itu.
"Cheryl, kamu dan anak - anak kita nanti adalah tanggung jawabku kepada Allah di akhirat nanti, jadi bagaimana mungkin aku tidak mencampuri urusanmu perihal jilbab ini." Ucapku sambil memegang bahunya agar ia menganggap serius perkataanku.
"Baiklah, kalau begitu, ceraikan saja aku mas, agar tanggung jawab Mas terhadap Allah nanti tidak berat. Aku akan memakai jilbab mas, pasti! tapi pada saatnya tiba nanti!!." Aku tersentak hebat lagi - lagi, aku terpukul. Mataku basah lagi, aku beranjak meninggalkan cheryl di mushola rumah kami. Cheryl menangis dengan suara keras, aku meliriknya sesaat sebelum meninggalkannya, ada rasa tak tega yang terselip di hatiku saat itu, namun aku harus tegas padanya, cheryl pun telah dengan tegas minta aku ceraikan, tanpa harus mendurhakai orang tuaku mungkin memang ini sudah saatnya aku menceraikannya. Aku termenung di ruangan kerja rumahku, ku tatap foto - foto kami dari zaman pacaran hingga sekarang kami berrumah tangga. Lalu kejadian di mushola tadipun berseliweran di benakku, Wajah ibu berbekas kuat di ingatanku, aku tahu mungkin ini cara Mu untuk menunjukan kepadaku bahwa sudah saatnya aku menunjukan baktiku kepada Ibu ku, maka dengan bismillah ku tekan no hp kawanku Rais yang seorang pengacar untuk mengurus perceraianku dengan istriku malam itu tepat pukul 2 dini hari. Aku kembali menangis tersedu - sedu menagdukan semua yang berkecamuk di dalam hatiku kepada- Nya. Ku ambil wudhu dan ku dirikan shalat istikharah dan tahajud, sujud2 panjang terus ku lakoni hingga adzan subuh berkumandang dan tak sedikitpun aku tertidur, dan setelah subuh keputusanku untuk bercerai dengan Cheryl semakin mantap. Aku memang mencintaimu bidadariku, tapi aku lebih mencintai Tuhanku Illahi Rabbi. Karena kau begitu abu - abu bagiku, cheryl.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar