Senin, 01 Agustus 2011

Senja di Kuningan

Aku tertunduk malu, setelah kami berpapasan dan pandangan kami pun bertemu dalam beberapa detik. Selama beberapa detik itu kami mematung dan mataku seolah tersihir oleh dua bola mata pria di hadapanku yang begitu bening dan indah, subhanalloh, sejuknya. Tapi kemudian, aku beristighfar dan langsung menundukan pandanganku, ia pun sama. Kami nampak kikuk, dengan semburat merah muda yang mewarnai pipiku, aku langsung bergegas meninggalkan pria berbaju koko biru langit itu. Aku tidak tahu bagaimana perasaannya tadi saat kami berpapasan dan tanpa sengaja bertatapan selama beberapa detik, adakah ia merasa yang sama denganku?malu, tapi terselip sedikit bahagia, ah entahlah dari mana datangnya bahagia itu, astaghfirullah ampun ya Allah, itu diluar kuasaku hingga kami tadi sempat bertatapan. Sungguh aku pun inginnya menghindari momen itu, namun, hah ya sudahlah toh kami baru bertemu 2 kali, aku tidak mengenalnya dengan baik, jadi ada baiknya dilupakan saja, ya dilupakan!begitu fikirku, karena memang aku tidak mengenal pria berkacamata minus itu.

Pertemuan aku dan pria berkacamata minus itu adalah saat aku pulang ke rumah orang tua ku di Kuningan, saat itu aku pulang dengan sebuah cincin emas putih di jari manis kiriku, aku pulang dengan segudang luka yang memenuhi hatiku saat itu, masih teringat rasanya kata - kata dari ibu kekasihku saat itu, bahwa beliau sangat amat tidak menyukaiku, entah apa alasannya yang jelas beliau begitu menentang hubungan kami, padahal aku dan kekasihku saat itu, memulai hubungan ini untuk ke arah serius, dia memang bukan seorang ikhwan, tapi dia memiliki pengetahuan agama yang sangat baik dan aku yakin dia bisa menjadi imamku, namun ketika aku diperkenalkan kepada orang tuanya, sang ibunda menolak ku dengan tegas. Aku memakluminya, mungkin karena status sosial kami yang berbeda, maklum saja mereka adalah keluarga pejabat, sementara aku, hanya seorang anak yang terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Baru 2 bulan kami menjalani masa pacaran, katakanlah begitu, tapi ketika kekasihku mengutarakan niatnya untuk meminangku kepad ke2 orang tuanya, ibunya melarang keras dan tak mau meresetui, kekasihku bukan tak mau mempertahankan aku, tapi ia juga tentu memikirkan perasaan ibunya yang tak mau bermenantukan aku.
Awalnya kami berniat untuk bersama - sama berusaha meluluhkan hati ibundanya agar pernikahan kami bisa direstui, namun ia nampak menyerah. Beberapa hari sebelum kepergianku ke kampung halamanku, ia tak bisa dihubungi, aku galau, apa yang akan aku katakan kepada orang tua ku di kampung bahwa aku gagal dinikahi mas Andra, hati ku remuk redam, tanpa ku katakan padanya sebelumnya bahwa aku akan pulang kampung, aku pun pulang dengan menumpang sebuah bus jurusan kuningan - jakarta.
Aku duduk di bangku ke 2 dari kiri, masih jam setengah 6, ku lirik jam di lengan ku. Tak lama hp ku berderit, BBM masuk ternyata.

Andra : Udah sholat belum?
Falisha: sudah. aku pulang yah, Mas.
Andra: iya, hati - hati yah.

DEGH!mengapa jawabannya begitu flat, ada apa dengan Mas Andra?lama tak menghubungi ku, mengapa dia begitu datar menanggapi kepulanganku ke kampung.

Falisha: Aku pulang ke kuningan loh, Mas!gimana kalo aku gak balik lagi ke jakarta?dan di jodohin sama orang lain?hhee
Andra: :)

Ya Allah, kenapa dia bisa seperti orang lain bagiku saat ini, inikah Mas Andra? Mas Andra yang datang mengutarakan keinginannya meminangku 2 bulan lalu kepada Ayahku saat beliau mengunjungiku di Jakarta 2 Bulan yang lalu?adakah sesuatu terjadi dengan nya?lalu bagaimana dengan nasib hubungan kami?benarkah sudah berakhir?apa kah Mas Andra menyerah begitu saja pada ibunya?lalu bagaimana dengan aku?pertanyaan - pertanyaan itu pun muncul di benaku saat itu, ku tatap cincin emas putih yang melingakar manis di jari manis tangan kiriku, ada sesak, ada sakit, ada khawatir, dan tangisku pun pecah. Bahuku berguncang meski sekuat tenaga ku tahan tangis ini, ini kendaraan umum, tentu akan sangat memalukan jika para penumpang lain memergokiku menangis, beberapa kali ku seka air mataku yang terus menetes namun tak juga surut air mataku, bahkan ketika seseorang duduk di bangku sebelahku, aku masih saja sibuk menyeka air mataku, ku tatap layar HP ku ada foto jemari Mas Andra yang sedang mengenakan cincin yang sama dengan ku, aku ambil foto itu saat ia dan kakak sepupuku mengobrol di sebuah coffee shop dekat kantorku, pandanganku nanar kembali, ada air mata yang menggenangi mataku kembali, sekuat tenaga ku tahan hingga...

"Maaf, ada apa mbak?mbak sakit?" ucap seorang pria berkaca mata minus yang duduk disebelahku, aku terkesiap, tak sadar bahwa ada seseorang yang duduk di sebelahku, Ya Allah sejak kapan dia duduk di sini, apakah dia dari tadi juga memperhatikan aku yang menangis seperti orang bodoh, hah malunya.
"Ah, enggak kok mas" ucap ku sambil mengusap pipiku yang mulai basah.
"Saya cuma kelilipan" ucapku lagi setelah ia terlihat mengamati ku dan menatapku iba.
"Kelilipan kok nangisnya sampe sesenggukan begitu" ujarnya seraya mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku jaketnya, aku kesal sih dia berkata begitu, namun malu juga ketahuan bohong, ku lirik sekilas apa yang dibaca pria itu, ahh, Al-matsurat rupanya! Astagfirullah, jadi pria ini ikhwan rupanya, aku semakin malu saja, pipiku panas, semua darah seolah naik ke pipiku, aku tak berani lagi meliahat ke arahnya, hah aku langsung membuang pandanganku ke luar jendela. Seketika aku lupa akan masalah hubunganku dengan mas Andra, lamat - lamat ku dengar suara lantunan al matsuratnya meski samar dan pelan, dan ajaib aku langsung tertidur pulas. Aku terbangun saat aku mendengar suara pengamen yang menyanyikan lagu campur sari di dekat kursiku, sudah masuk cirebon fikirku, lalu ku buka mataku pelan2, namun ada yang aneh rasanya kenapa posisi kepalaku jadi lebih rendah dari bantalan kursi, ku jatuhkan pandanganku ke bawah, ahh sepatu kets laki - laki ku tengadahkan kan kepalaku dan ternyata, selama beberapa jam aku tertidur dengan kepala bersandar pada lelaki itu, Astgfirullah. Aku langsung membetulkan posisi duduku dan jilbab kaosku yang miring. "Sudah cukup tidurnya" ujarnya sambil menggerak gerakan lehernya dan memijat - mijat bahunya, ahh malu sekali rasanya, pasti dia pegal - pegal.
"Aduh maaf yah mas, saya gak sadar, lagian sih kenapa gak di tepis aja waktu saya mau nyender" ucapku dengan persaan bersalah yang terselip.
"Saya uda tepis beberapa kali, cuman ya lagi - lagi kamu nyender ke bahu saya, saya gak tega kalo harus nepis terus kepala orang yang sedang patah hati" ucapnya sambil terus memijat bahunya sendiri, hah apa katanya?siapa yang patah hati?ih sok tahu, fikirku.
"Iya kan?" tanya nya kemudian sambil menatapku sebentar, Aku hanya menghela nafas panjang, tak berminat berkomnetar.
"Sudahlah mbak, namanya gak jodoh mau di apain lagi coba?bukan kah Allah sudah berbaik hati, membuat mbak dan pasangan terpisah sekarang?sebelum semuanya terlalu jauh" ucapnya sambil mengeluarkan sebuah hp dari tasnya. Aku terkejut, darimana dia tahu soal masalahku?aku fikir aku tidak menceritakan ini padanya, hah apa saat tidur tadi aku mengigau?hah, mengigau memang penyakit yang mendarah daging untukku, tapi hah, masa di bispun aku mengigau, astaghfirullah, malunya.
Aku masih tetap diam, tak menimpali ucapan pria itu, namun tak lama sebuah bunyi hp membuatku tersenyum tipis, ring tone soundtrack film doraemon mengalun dari hp si pria itu, hahaa, aku tersenyum tipis dan memperhatikan pria itu dengan heran, mengapa pria dengan wajah tampan dan nampak sudah dewasa ini memakai ringtone tersebut. Tak abis fikir rasanya.
"Wa'alikumussalam, sayang" ujarnya lembut, ah sudah menikah rupanya, ada kecewa terselip sedikit, entah mengapa.
"Iya, ini ami sudah sampai di Cirebon, sayang" Ujarnya lagi, kali ini mimik wajahnya nampak lucu, ahh rupanya nama pria ini Ami, fikirku bodoh.
"Iya, ami sudah belikan oleh - oleh, tunggu ami yah sebentar lagi juga sampe kok, sudah yah, jangan lupa makan dulu yah sayang" ucapnya sambil menutup telponnya dengan senyum yang mengembang, ahh bahagianya wanita yang ada di balik telepon tadi, memiliki suami yang begitu romantis dan lembut kepada istrinya, aku terus mengoceh sok tahu di hatiku. Jam menunjukan pukul 10 siang, bus pun sudah melewati ucapan selamt datang di kota kuningan, yes hatiku memekik, akhirnya aku akan segera tiba di rumah tercintaku. Tak lama bus ku stop bis tepat didepan gang rumahku, ku liah ibu sudah menuggu ku di depan gang, saat aku hendak keluar pria itu membantuku mengangkat tas pakaianku seraya berkata, "Jangan nangis lagi mbak, innallaha ma anti" entah mengapa seperti ada angin sejuk yang menyejukan relung2 hatiku, aku pun refleks tersenyum dan menjawab, "syukran ya akhi" pria itu nampak terkejut mendengar jawabanku seraya berucap pelan, "na'am". Aku turun dan mengahmbur ke arah ibuku yang sudah menungguku sedari tadi, saat kami berjalan menuju rumah, ibu bertanya,
"Itu tadi yang duduk sebelah kamu siapa, Fal?" ucap ibu sembari membantuku menenteng tas ku, aku terkejut bagaimana ibu bisa tanya seperti itu.
"Emang kenap bu?ibu lihat?" ujarku berbalik tanya.
"Gak apa2, tadi waktu kamu turun, dia terus ngeliatin kamu." kata ibu
"oh, aku juga gak kenal dia siapa bu, heheh, mugkin cuma iseng aja kali liatin aku." ujarku enteng, tak mau membahas lebih lanjut, suami orang booo, begitu fkirku.

5 komentar:

  1. jadi inget acara di metro tv jaman dulu deh..
    fact or fiction?

    *ini teh beneran apa boongan ya?

    -masih menunggu endingnya akan seperti apa-

    BalasHapus
  2. Hah, masa sih?ini 80% fiksi om, tapi 20% ehm, ada fact nya juga, cuman saya modif, gak enak ada beberapa yg based on pengalaman saya, argh malu *tutupmukapakekertas

    -ah tapi, ghiroh nulis saya lg nguap om, jd blom lanjut lagi :( -

    BalasHapus
  3. hahaha...
    inget BNI aja
    Blogging Niatkan Ibadah
    Beribadah Niatkan Ikhlas
    *itu aja sih prinsip sederhananya ^_^

    BalasHapus
  4. Whotttttt?gugu komen juga..wakakaka..it's surprising me..wkwkwkkwkw

    BalasHapus