Selasa, 30 Oktober 2012

One Step Closer :')

Kuningan, 28 Oktober 2012..




Diantara Papa, Mama, dan si Endhut Ebil :D

Moment degdegan

Bismillahirrahmannirrahim 
yeay ! muat !

Adam, Masjoko, gue, Ebil

with my papa


Alhamdulillah rangkaian lamaran pun terlaksanakan dengan lancar, ibarat kata mah sukses tanpa ekses, ya semoga dilancarkan hingga hari pernikahan kami nanti, aamiin :D mohon do'anya semua biar bisa segera menggenapkan separuh dien.

Senin, 15 Oktober 2012

Jadi kau tahu apa soal getir? iya getir yang sering ku kecap saat tingkahmu menghempaskanku ke titik nol itu..
Setahuku, kau hanya menginginkan aku yang memahamimu seutuhnya, tanpa harus kau lakukan juga hal tersebut padaku..
Lalu, apa kini aku sedemikian salah jika kini akupun ingin kau mengecap rasa getir yang sama dengan apa yang seringkali ku kecap.
Sayang, ini bukan balas dendam, hanya sedikit pelajaran agar kau mengerti akan arti sebuah usaha bernama "menjaga perasaan".

Jadi kau tahu apa soal ngilu? iya ngilunya mengeja spasi saat dengan terpaksa harus ku lakukan ketika berjauhan denganmu.
Kadang kala aku ingin setegar dirimu yang mampu dengan terampil mengemas rindumu hingga tak tampak.
Sering kali akupun merasa iri padamu, yang begitu hebat mengatur ritme rindumu hingga tak bising didengar orang.

Cinta, bagaimanapun engkau bersikap kepadaku ketika kau jenuh, aku kan tetap menunggu jenuhmu reda agar aku bisa kembali menjadi satu - satunya perempuan yang engkau rindukan.
Meski getir dan ngilu tak pernah kau rasa karena merinduku, namun aku yakin, kau bukan tak pernah merinduku.

 

Jumat, 05 Oktober 2012

Kali ini ngilunya begitu terasa, persis diiris - iris sembilu...
Nyaris 2 bulan, aku tak bertemu dengan Pak Joko ku..
Ah, sudah sampai ubun - ubun rasanya rinduku ini..
Begitu menggebu..
Namun harus sekuat hati ku tahan agar ia tak jadi abu..
Harus ku tahan agar kerinduan ini tak keluar dari rel-Nya..
Biarlah beberapa bulan ini pertemuan menjadi begitu langka bagi kami..
Asalkan, setelah menikah nanti..kami tidak harus lagi tinggal berjauhan..
Bisa Bertemu setiap saat, bercerita, dan semua aktifitas yg baik untuk dilakukan berdua..
Yang selama berpacaran, nyaris tak pernah kami lakukan..

Kau tahu apa yang paling membuatku rindu padanya?
Sosoknya, iya kehadiran sosok tegap yang kucintai dari ujung kaki sampe ujung kepala..
Aku pun merindukan setiap kata dan cerita yang keluar dari mulutnya..
Yang akan ia ceritakan dengan ritme yang begitu cepat..
Ya kami memang pasangan dengan gaya bicara yang sama - sama cepat..
Karena itulah, Insya Alloh, biidznillah kami berjodoh :')

Lalu adakah rasa sesak yang melebihi sesaknya merindu orang terkasih namun tak dapat kita temui dengan segera?

Rabu, 03 Oktober 2012

Elegi Senja

"Haaaaaakh !" dengusku kesal karena meeting hari itu yang belum juga selesai dari pagi, ya bahkan jam makan siangku terlewat begitu saja. Kopi ya hanya beberapa cangkir kopi yang ku teguk untuk mengganjal mata dan perutku yan mulai melantunkan heavy metal. Ku lirik jam tanganku, sudah pukul 2 rupanya. Kesalku sudah sampai ubun - ubun rasanya, aku belum shalat dzuhur. Akhirnya ku angkat tanganku, mencoba menginterupsi presdir vendorku yang sedang memimpin meeting hari itu.

"Excusme, sir. But May I go to toilet?" Ucapku cuek sambil beranjak dari kursiku. Mba Riska Product Managerku nampak kaget dan langsung mencubit lenganku, berusaha untuk menahanku beranjak.
"Pru, ishh, nanti aja. Tahan dulu ! " bisik Mba Riska memerintah. Aku? tentu dengan cuek melenggang ke luar ruangan sambil mengucap "Thank you" saat aku melewati Pak Presdir. Ah ya aku tak peduli bagaimana keadaan di ruang meeting saat aku keluar ruangan. Ku cepol rambutku yang sedari tadi ku biarkan terurai, lalu menuju toilet dan ya, wudhu di sana. Selesai wudhu aku celingkuan, ya bingung hendak sholat dimana? Ini bukan kantorku.  Lalu entah pada detik ke berapa, suara berat yang agak serak membuyarkan fikiranku.

"Prudence ! lo prudence kan? " tanya nya sambil menepuk pundakku.
Aku kaget dan mendongak, melihat sesosok pria berkulit putih dengan tinggi sekitar 185cm dan berkacamata minus dengan frame tebal. Otakku, ah ya otakku tiba - tiba kesulitan mengingat siapa sosok dihadapanku ini. Expressi bodoh, ya mungkin itu yang tampak dari wajahku saat itu. Seolah memahamiku, pria itu kemudian membungkuk mendekat ke wajahku yang 30 cm lebih rendah darinya. Aku? ah panas rasanya pipiku ini begitu melihat wajah putih bersih itu dalam jarak yang begitu dekat.

"Alvino Christian, temen sekolah lu waktu SMP. Temen main basket lo malem - malem kalo lo lagi gak betah di rumah. How? masih gak inget?" Ujarnya dengan mengulas senyum dibibir tipisnya.

"Vino? oh iya Vino ya ampunn ! ngapain lo disini? btw tempat sholat di sini dimana deh? gw belom dzuhur nih " Ujarku cepat. Vino mengerutkan keningnya lalu memberiku petunjuk arah tempat mushola kecil itu berada. Tak ku pedulikan Vino yang masih terus memaksaku mengingat masa kecil kami. Kenapa? 1. karena aku sedang terburu - buru untuk segera menghadap Tuhanku, 2. Aku masih marah pada Vino yang menghilang begitu saja saat kami naik ke kelas 3 SMP, ya ke luar negri katanya. Entahlah. Aku larut dalam shalatku, empat rakaat rampung, aku melihat cermin kecil di saku rok high waistku, ah berantkan sekali rambutku, maskaraku pun pudar, tapi tak mengapalah toh sebentar lagi meetingnya (ku harap) selesai. Aku bergegas menuju ruang meeting ku tadi, tanpa ku duga, si Vino Vino itu masih ada di depan tempat sholat itu.
Vino melihat ke arahku sambil melempar senyum, aku menatapnya dari ujung kepala hingga ujung sepatu kecenya.
"Lo, Vino?berani lo ya muncul di depan gw lagi setelah lo bertahun - tahun pergi gitu aja dari gw, gitu?" Ujarku sinis, sambil merapikan cepolan rambutku. Vino tersenyum mendekat ke arahku dan mengacak - acak cepolanku. Aku merengut.
"Lo kerja di Starcorp, Pru? yaudah nanti kita ngobrol lagi yah..ketemu di lapang basket di komplek rumah ya, besok sore jam 6 gimana?" Ujar Vino.
"Lapangan basket?setelah bertahun - tahun gak ketemu lo mau ngajak gw ngobrol di lapang basket? yang bener aja ! ngeliat baju lo, kayaknya sih buat ngopi di bakoel koffie mah bisa kan, Vin?" Ujarku sambil memandangnya sinis.
"Hahahahahah, Pru !OK, gw jemput lo besok pulang kantor, kita ngopi yah" Jawab Vino sambil pelan - pelan berlalu dari hadapanku. Ya Alvino Christian, teman masa kecilku yang sekarang nampak begitu, ya...mirip Jo In Sung. Aku bergidik sendiri memikirkannya. Segera aku berlalu ke ruangan meeting, dan.....ah yeah !!! ruang meeting sudah kosong, meeting sudah selesai. Tinggal tasku yang tertinggal di ruangan meeting. Baiklah dengan ini aku ucapkan SELAMAT DATANG MASALAH !.

************************************************************************
"Kamu harus bisa tahan, Prudence ! beliau itu presdir vendor kita. kalau sampai kamu begitu lagi, mau ditaro dimana muka saya. " Ujar Pak Bambang Bossku. Aku hanya berdehem, tak berminat mendebat, yang benar saja masa aku harus melewatkan sholatku hanya karena presdir vendor kami sedang bicara. Product Manager ku faham dengan watakku, ia segera membelaku dan menyuruhku kembali ke ruanganku. Ku lihat Hpku, ada 5 panggilan tak terjawab, dan dari nomor yang tidak ku kenal. Begitu hendak ku telpon balik, telpon di mejaku berdering, dari resepsionis rupanya.
"Mba Prudence, ada tamu di bawah menunggu" Begitu katanya, "Siapa?may, tanyain gih, gw males kalo orang expedisi" Ujarku pada resepsionis. Beberapa detik telponku di hold, lalu tak lama, maya kembali bersuara "Mba prudence, tamunya sudah pulang, dia nitip sesuatu nih buat Mba, Prue, dia bilang nanti sore dia dateng lagi" Ujar Maya. "Hih, siapa sih tuh, ganjen banget. Yaudah, May, suruh OB naikin titipannya, gw males turun" Jawabku sedikit badmood.
Tak lama OB pun datang ke mejaku membawa sekotak Pizza dengan notes kecil di atasnya. Yang kira - kira begini tulisannya : "Prue, ini Bukan sogokan buat lo maafin gw, at least it will be the beginning of us. nanti sore gw jemput, OK?! - Vino" Halah, si Vino rupanya, kenapa gak bilang dari tadi sih cobaaak, errrrrr. Ada rasa tak enak terselip di hatiku, ku tanya Maya kembali barang kali Vino menitipkan no hpnya, tapi ternyata tidak. Hm, baiklah kalau memang Tuhanku menghendaki kami bertemu lagi sore ini, pasti kami bertemu. Begitu fikirku.
Hari itu jam berjalan begitu cepat, waktu sudah menunjukan pukul 5 sore, aku bergegas merapikan dandananku sambil menunggu, mana tahu ada telpon lagi dari resepsionis kalo si Vino itu sudah datang menjemputku. Dan ya, pada detik ke berapalah itu setelah aku selesai memoles bibirku dengan lipgloss, telpon di mejaku berdering, Suara Maya dengan halus terdengar "Mba, Prudence, jemputannya sudah dateng tuh" Aku segera turun setelah sebelumnya mengucap terimakasih pada Maya. Begitu sampai lobby, sosok putih dengan kemeja safari yang ia gulung sesikut sudah berdiri tegap, Vino. Dia melambaikan tangannya, aku cuek saja sambil menghampirinya dengan wajah jutek.
"Dih, masih jutek aja masa udah gw kirimin pizza juga, lo" Ujar Vino mencubit hidungku.
"Ye, mainnya sogokan. Udah ah buruan, cikini situ kalo jam pulang kantor padet banget." Jawabku kemudian. Vino segera memacu taftnya ke arah bakoel koffie tempat ngopi favouriteku. Sepanjang perjalanan, tak ada satupun dari kami yang bicara, suasana jadi begitu kaku dan kagok. Ku coba untuk mencairkannya dengan menyalakan tape di mobilnya, memutar lagu secara acak, karena aku tak tahu persis playlist kesukaanya apa sekarang. Lalu karena akupun gugup, maka yang terputar adalh lagu ten2five - you. Ya ampun. Mati lah kau Prudence ! Suasana malah menjadi semakin kaku.
"Jadi romantis gini ya suasananya, lucu, hehe" Ujar Vino tiba - tiba. Wajahku memerah, panas, ah malu, seakan aku yang sengaja membuat suasana di mobil menjadi romantis begini. Aku diam sambil memainkan Hpku. Kami tetap larut dalam diam yang terlebur oleh lantunan you dari ten2five. Akhirnya setelah bertarung dengan macetnya ibu kota, kami tiba di bakoel koffie.

"Jadi, Prue. Lo masih marah sama gw?kenapa coba?" Tanya Vino sambil menatapku lekat.
"Marah?nggak tuh. Gw cuma benci aja sama lo, iya benci banget malahan ! sahabat macam apa lo, pergi ke luar negri gak pamit sama gw, hah?! Ujarku sambil meneguk hot capucino ku.
"Gw memang sengaja gak mau jadi sahabat lo lagi" timpal Vino yang membuatku nyaris tersedak. Aku menatapnya nanar, kaget dan tidak menyangka jawaban itu keluar dari mulut seorang Vino.
"Ma....maksud lo, Vin?" Tanya ku terbata dengan mata yang sedikit berkaca - kaca.
"Iya, karena lo selalu bilang, sahabat adalah orang yang paling haram untuk dipacari, makanya gw memutuskan untuk gak mau jadi sahabat lo lagi." Kata Vino sambil tertawa lepas. Sungguh aku tak bergeming, aku tak mengerti dimana letak kelucuan dari kata- katanya itu.
"Lo gila ya Vin, kelamaan tinggal di Aussie?" tanyaku kemudian.
"perhaps, so..and it's because of you, Prudence Amalia Wibisono" Jawabnya
Malam itu, di Bakoel koffie yang begitu nyaman, setelah percakapan itu tidak ada kata - kata lagi yang keluar dari mulutku maupun mulutnya. Aku terlalu kikuk untuk menimpali obrolan Vino dengan wajar, ya tentu saja Vino yang saat ini duduk di hadapanku nampak begitu tampan, ditambah dengan kata - katanya barusan yang tak mau jadi sahabatku lagi, seolah mengesankan ia ingin jadi lelaki yang mungkin suatu saat bisa ku cintai dengan wajar tanpa embel - embel sahabat.
Malam berlalu begitu saja, Vino mengantarku pulang, dan aku masih tak berkata apapun pada Vino. Entahlah.

************************************************************************
Setelah malam itu, aku  tidak bisa tidur hingga pagi. Ku cari fotoku bersama Vino 7Tahun lalu. Sambil terus bertanya, mengapa jadi begini, hmmmmm...pusing rasanya, baru aku hendak menutup mata, tau - tau adzan subuh sudah berkumandang. Baiklah, pending saja tidurku, ku lanjut di kantor nanti, sekarang saatnya shalat subuh, begitu fikirku. Setelah subuh aku masih juga tak bisa tidur, akhirnya ku putuskan untuk pergi menuju ke lapangan basket dekat rumaku. Ku drible bola basketku dan ku lempar ke ring berkali - kali namun, berkali - kali pula meleset. Namun tiba - tiba..
"Drible kiri lo masih jelek aja, Pru ! Payah !" Ujar suara berat yang ku hafal betul belakangan ini.
"Heh ! sipit, banyak omong lo ! lawan gw sini !" Timpalku menantang Vino yang tiba - tiba datang dengan komentar menyebalkannya dari dulu. Vino mendekat, mengambil alih bolaku dan memulai aksinya, ya ya ya tentu saja pamer shoot keren yang sempat menjadi favourite cewek - cewek sekolahku zaman SMP dulu. HIH. Saat aku hendak merebut kembali bolaku, kaki kiriku terpleset, dan ya aku jatuh dengan cupunya, dihadapan Vino yang kece tentu saja. Dan bukannya langsung menolongku, Vino malah menatapku dengan tatapan menyebalkannya.
"Aduh, Eh, lo ngeliat temennya jatoh bukannya ditolongin malah diem aja, ini sakit tau, hih!..aduh" Ujarku mengaduh.
"He?sejak kapan kita temenan ya?maaf - maaf ya, prue..bangun sendiri jangan manja, hahahha" Ucap Vino sambil tertawa terbahak - bahak dan berlalu meninggalkanku sendiri di lapangan.
"Heh ! Alvino Christian ! lo denger yah, gw gak mau lagi anggap lo temen apalagi sahabat ! denger tuh !" Ucapku setengah berteriak saat Vino membalik punggungnya. Vino sempat kembali melihat ke arahku sambil melempar senyum dan berujar..
"Iyalah karena kelak, lo bakal nganggep gw pacar lo, bukan temen atau sahabat lo lagi" begitu kata Vino sambil benar - benar berlalu dari hadapanku. Aku kesal bukan main......................................................................................................................................................................

Coretan Permulaan Senja

Aku benci saat harus meragu pada sosok kebanggaanku. Meski tak seharusnya ragu itu terselip diantara massivenya perasaan merah jambuku untuknya. Entahlah, mungkin ini semua hanya akumulasi dari emosiku yang naik turun dengan cepat karena perubahan hormon yang kualami tiap bulan, yang lazimnya kami para wanita alami.

Jika kau tanyakan sebesar apa rasa cintaku untuk kesayanganku itu, maka tak akan keluar satu katapun dari bibirku untuk bisa gambarkan seberapa besar aku mencintainya. Tapi jika boleh aku analogikan barangkali persis seperti matahari yang selalu terbit dipagi hari tanpa syarat. Tak peduli sepekat apa malam menyembunyikan sinarnya saat gelap, matahari tetap muncul dan menyinari pagi meski kadang agak redup. Ya, nampak sederhana tapi dalam.

Spasi yang entah sudah menjadi hari ke berapa yang ku eja nampak begitu abu - abu bagiku, namun tidak merah jambuku. Kian hari warnanya semakin ranum, meski kadang terkontaminasi oleh biru yang datang tiba - tiba menyelinap di malam hari. Atau bahkan ditengah hari kala kesibukan kami mengepung.

Akhir - akhir ini aku sering membuat pelupuk mataku menganak sungaikan buliran hangatnya, kenapa?ya sederhana saja, karena aku terlalu merindu kesayanganku namun jarak membuat kami tak bisa langsung bertemu untuk melepas rindu. Lalu, menurutmu apakah yang lebih menyesakan rongga dadamu dibanding dengan rindumu yang tak pernah berlabuh pada pemliknya?

Halal, ah ya...label itulah yang sedang kami perjuangkan dan akan kami pertahankan hingga kami dikumpulkan kembali disyurga-Nya. Ridhoi kami Rabbi.