Rabu, 03 Oktober 2012

Coretan Permulaan Senja

Aku benci saat harus meragu pada sosok kebanggaanku. Meski tak seharusnya ragu itu terselip diantara massivenya perasaan merah jambuku untuknya. Entahlah, mungkin ini semua hanya akumulasi dari emosiku yang naik turun dengan cepat karena perubahan hormon yang kualami tiap bulan, yang lazimnya kami para wanita alami.

Jika kau tanyakan sebesar apa rasa cintaku untuk kesayanganku itu, maka tak akan keluar satu katapun dari bibirku untuk bisa gambarkan seberapa besar aku mencintainya. Tapi jika boleh aku analogikan barangkali persis seperti matahari yang selalu terbit dipagi hari tanpa syarat. Tak peduli sepekat apa malam menyembunyikan sinarnya saat gelap, matahari tetap muncul dan menyinari pagi meski kadang agak redup. Ya, nampak sederhana tapi dalam.

Spasi yang entah sudah menjadi hari ke berapa yang ku eja nampak begitu abu - abu bagiku, namun tidak merah jambuku. Kian hari warnanya semakin ranum, meski kadang terkontaminasi oleh biru yang datang tiba - tiba menyelinap di malam hari. Atau bahkan ditengah hari kala kesibukan kami mengepung.

Akhir - akhir ini aku sering membuat pelupuk mataku menganak sungaikan buliran hangatnya, kenapa?ya sederhana saja, karena aku terlalu merindu kesayanganku namun jarak membuat kami tak bisa langsung bertemu untuk melepas rindu. Lalu, menurutmu apakah yang lebih menyesakan rongga dadamu dibanding dengan rindumu yang tak pernah berlabuh pada pemliknya?

Halal, ah ya...label itulah yang sedang kami perjuangkan dan akan kami pertahankan hingga kami dikumpulkan kembali disyurga-Nya. Ridhoi kami Rabbi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar