Sabtu, 05 November 2011

Gak ada Ide judul

"Andai kita bertemu lebih awal" ucap sarah tergugu di sajadahnya selepas tahajudnya kala itu. Sarah memang tipikal wanita yang sangat sulit jatuh hati, bahkan dalam usianya yang kini sudah menginjak hampir kepala 3. Desakan menikah memang sudah lama ia dapatkan dari kedua orang tuanya, terlebih sarah adalah anak bungsu dari 4 bersaudara, semua kakak laki - lakinya telah menikah karena itu orang tuanya ingin Sarah sebagai anak perempuan yang paling bontot juga satu - satunya itu segera menikah. Sarah bukan tak laku, hanya saja ia terlalu pemilih, begitu penilaian orang - orang terdekatnya. Sebenarnya ini dilatar belakangi oleh pengalaman masa lalunya yang nyaris menikah, namun tiba - tiba saja pernikahan itu batal terlaksana karena ternyata lelaki tersebut sudah memiliki anak dan istri, padahal pada proses perjodohan kakaknya mati - matian membela sang teman, dan mengatakan bahwa ia masih perjaka. Murkalah seluruh keluarga Sarah kepada kakak tertuanya itu.
"Habis gw jengah sama lu, rah!!pilih - pilih banget jadi orang!!bikin pusing satu keluarga tau gak?!"begitu kilah sang kakak saat semua orang memojokkannya.
"Tapi bang, pernikahan itu kan bukan perkara main - main, Sarah gak mau salah orang, makanya salah pilih, dan lagi Abang juga tidak berhak menjerumuskan Sarah dengan memberikan calon suami yang salah untuk Sarah. " Ujar sarah sambil berlinangan air mata. Setelah kejadian itu, hubungan Sarah dengan sang kakakpun menjadi hambar, mereka tidak saling menyapa, bahkan Sarah sering kali memilih untuk pergi dari rumah saat kakak pertamanya itu berkunjung ke Rumah orangtua mereka.
Siang itu, Sarah yang sedang libur dari rutinitas kantornya ditelpn sang kakak nomor tiga untuk dimintai menjemput anaknya di TK dekat rumah sang kakak, meski rada ogah, Sarahpun pergi menjemput keponakannya. Sudah jam 12 saat Sarah tiba di TK Nafla, "TK macam apa ini, masak sekolah sampe ajm segini" gumamnya sambil duduk disalah satu bangku tunggu. Ia menunggu Nafla sambil membuka akun twitternya, ia asyik membalas mention - mention teman - temannya, namun seseorang menepuk pundaknya halus.

"Sarah ya?!" ucapnya lembut, Sarah mendongak dan nampak terkejut, ia nyaris berteriak saking senangnya.
"Mayla?!ahh subhanalloh! kangen, kok bisa ada disini sih?" Tanya Sarah dengan hebohnya.
"Iya, aku ngajar disini, Rah. Sudah sejak lama" Ujarnya lembut.
"Eh ngmong - ngomong kamu lagi ngapain disni?nunggu anakmu?" Sambung Mayla kembali.
Sarah yang sedari tadi berseri - seri karena bertemu dengan teman SMPnya seketika redup.
"Oh, nggak may, aku nunggu keponakanku, anaknya kak Raziq" ujar Sarah datar.
Seakan menyadari bahwa Sarah belum menikah, Mayla mencoba mengembalikan mood Sarah tanpa perlu membahas lebih lanjut soal jawaban Sarah tentang keponakannya itu, Mayla tahu persis wanita seperti apa Sarah itu. "Oia, kamu tinggal dimana sekarang Rah?" tanya Mayla antusias, tapi lagi - lagi pertanyaannya itu membuat Sarah meredup lagi.
"Aku masih tinggal dengan orang tua ku, May" Jawabnya lirih.
"Oh, iyalah terangsaja, kamu kan anak bungsu, ya harus tetap tinggal sama orang tuamu lah yah?" ucap mayla ringan.
"Nggak gitu, may. Semua karena aku belum menikah" Ujar Sarah sambil menekuri lantai putih yang ia pijak, sesaat suasana hening, lalu tak lama Mayla berpamitan karena ia harus membubarkan kelas Nol Besar. Tinggalah Sarah sendiri, ia memilih duduk berjauhan dengan para orang tua murid yang menunggui anaknya. Ia melirik jam tangannya, sudah hampir setengah satu, ia mulai gelisah mengapa Nafla tak juga muncul, namun saat ia mencoba bangkit dari tempat duduknya dan hendak menuju ruang kelas Nafla, ia melihat sesosok pria tegap yang berjalan menuju dirinya dengan menggendong seorang gadis cantik, "itu kan Nafla" pekiknya dalam hati. Entah kenapa, jantungnya berdegup begitu kencang saat mereka makin dekat, tangannya gemetar, bibirnya kelu, dan angin malah mengerjainya, angin meniup - niup ujung jilbab Sarah, semakin dekat pipi Sarah memerah saat Pria tersebut mengucap salam sambil menurunkan Nafla.
"Assalammu'alaikum, bu. Maaf tadi Nafla nangis dikelas, badannya agak panas, tapi tidak mau disuruh pulang, makanya agak lama." ujarnya sambil tersenyum lembut, ada semilir angin sejuk memenuhi ruangan kosong di hati Sarah, Sarah sungguh ingin protes karena ia dipanggil ibu oleh pria itu, namun sungguh lidahnya kelu, Untuk beberapa saat Sarah tak menjawab ucapan pria itu, Sarah mematung berusaha menguasai dirinya, sampai akhirnya Nafla menggerak - gerakan tangan Sarah.
"Tante!! aku mau puyangggg" rengeknya pada Sarah, ia segera istighfar lalu menggendong Nafla dengan pipi panas, lalu tanpa berani menatap pria itu, Sarah berterima kasih dan mengatakan hal memalukan, "Oia, terimakasih ya Pak, tapi saya tantenya bukan Ibunya, saya masih single, jadi tolong jangn panggil saya ibu." ucapnya tanpa memandang pria itu, namun kemudian Sarah pun benar - benar sadar atas kebodohannya itu saat beberapa ibu yang berlalu lalang itu cekikikan mendengar ucapan Sarah. Lalu pria tersebut akhirnya mengiyakan sambil mengulas senyum. Sarah pulang dengan menggendong nafla sambil terus mengutuki kebodohannya tadi. Ia kemudian membawa Nafla ke angkot jurusan rumah kakaknya.
"Kamu sakit ya de?" tanya Sarah pada Nafla yang nampak pucat.
"Iya tante, kepala aku pucing" jawab Nafla sambil memegangi keningnya
"oh iya de, tadi itu guru ade namanya syapa?" tanya Sarah kemudian.
"yang tadi?itu Pak Gulu Fathan, gak ngajal aku sih sebenelnya, dia kepala cekolah aku tan." ucap Nafla yang tiba - tiba semangat menceritakan si Fathan itu, dalam hati Sarah gembira, ah entahlah darimana datangnya rasa gembira itu, yang jelas BT nya Sarah hari itu hilang.
********************************************************************
Esoknya, ketika Sarah hendak menghadiri kajian rutin di Mesjid Agung, Sarah bertemu lagi dengan si Fathan itu di halaman mesjid tempat dimana ada bazar kecil digelar, mereka tak sengaja mengambil buku yang sama, tanpa tahu masing - masing sebelumnya, nampak sinteron sekali memang, tapi itulah yang terjadi sore itu.
"Loh, tantenya Nafla yah?mau beli buku hadist Riyadushshalihin juga ya?" tanyanya kemudian
Sarah?kembali bersikap bodoh tertegun tanpa berani memandang Fathan lama - lama, baru setelah Fathan memanggilnya lagi, Sarah tersadar.
"Oh, iya nih Pak Fathan." ucapnya nampak gugup.
"wah ternyata tahu ya nama saya?tapi ini ngomong - ngomong bukunya tinggal satu ini bagaimana? " tanya Fathan kemudian, ahh lagi - lagi Sarah mengutuki kebodohannya, mengapa ia tadi tak berpura - pura saja belum tahu namanya.
"Ah, iya dari Nafla kemarin Pak. Hmm, iya gimana yah?gambren aja apa yah Pak?" jawab Sarah konyol, hingga membuat sang penjual dan Fathan terkikik.
"Gambreng gimana?wong cuma berdua kok?hehhee ada - ada aja si Mbak ini" ucap Fathan sambil sekuat tenaga menahan tawanya. Sarah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sesaat suasana menjadi hening, ada kekakuan yang terjadi, apalagi ketika si penjual buku yang sedari tadi memperhatikan mereka tiba - tiba berucap, "Weleh, ini kok ya kalian berdua ini serasi sekali yoo, mirip penganten, sama - sama pakai baju putih" ucapnya dengan logat jawanya yang kental, seketika Fathan dan Sarah menatap diri sendiri, lalu curi - curi pandang melihat satu sama lain, ya hari itu Sarah memang memakai long dress putih bersih dengan cardigan dan jilbab broken white, lalu Fathan mengenakan koko putih berlengan pendek dengan celana panjang berwarna krem. Mereka terlihat gugup, yang paling kentara adalah Sarah, "Ish, sih Bapak ada - ada aja dech, mana mungkin sih kita kayak pengantin?wong saya aja gak kenal sama dia, wee" kata Sarah dengan mimik lucu dan wajah memerah. Sementara Fathan hanya mengulas senyum sambil melempar pandangan ke arah serambi mesjid.
"Lha kalo begitu, sambil kenalan saja sekarang, hayooo, siapa tahu jodoh." ujar si penjual buku itu tadi. Mereka semakin kikuk, lalu tak lama dari dalam aula mesjid terdengar panggilan untuk Fathan agar segera mamasuki Aula, mereka pun berpisah, buku itu akhirnya dibeli oleh Sarah. Tak lama Sarahpun memasuki aula mesjid untuk mengikuti kajian sore itu, namun ia kembali terkejut begitu ia melihat sosok yang duduk di meja narasumber, ahh..Fathan!! Ia kembali merasa tidak karuan, jantungnya berdegup dengan irama yang sama, kencang setiap kali ia mendengar suara Fathan menyampaikan materi mengenai manajemen sekolah islam. Sarah ingin keluar, sungguh ia sangat ingin pulang dan tidak mendengarkan Fathan sampai selesai menyampaikan materi, namun ia tidak bisa, sebagian jiwanya menginginkan ia tetap disana. Sarah tidak memahami perasaan macam apa yang sedang mendera hatinya, seumur hidupnya, Sarah baru mengalaminya. Cintakah ini?ahh Sarah cepat - cepat mengahalau fikiran itu jauh - jauh. Ia kemudian menghubungi murobiyahnya lewat sms selama acara tersebut berlangsung, lalu sampailah ia pada satu solusi, ya, Sarah harus menanyakannya kepada Mayla, temannya yang bekerja sebagai guru di sekolah fathan.
***********************************************************************
Seminggu berlalu, Sarah melewatinya dengan tahajud dan istikharoh tak henti - henti, namun ia belum bisa menemukan kontak Mayla, sementara karena kesibukannya di kantor, ia baru bisa menemui Mayla pada hari sabtu ini.
"Aku harus bicara sekarang, jika terlalu lama, aku takut virus ini mengotori hatiku, paling tidak jika mayla sudah memberi tahu tentang siapa murobi fathan, aku bisa segera meminta murobiyahku membantuku lagi." Begitu ujar Sarah membatin.
Pagi itu Kuningan diselimuti kabut lumayan tebal, udara begitu dingin, langit juga mendung, namun itu tidak menyurutkan Sarah untuk menemui Mayla sambil mengantar Nafla ke TKnya.
Beruntung, pagi itu Mayla berada di pos satpam, sedang menyambut anak - anak didiknya masuk ke sekolah. Sarah dari jauh memberinya kode bahwa ia ingin bicara, sambil sesekali memperhatikan sekelilingnya, barang kali ada Fathan.
15menit berlalu, Mayla menemui Sarah yang duduk didekat tempat bermain anak - anak, mereka berbasa basi sebentar, lalu akhirnya Sarahpun memberanikan diri memulai semuanya.

"May, bisa tidak kau bantu aku?" Tanya Sarah kemudian.
"Bantu apa?insya Alloh bisa kok, say." ucap Mayla lembut.
"Hmm, sebetulnya aku tertarik sama seorang ikhwan, aku rasa dia adalah the right one, semua yang aku harapkan ada di dia semua, baik, pintar, sholih dan amat menyukai anak - anak." ucapnya begitu penuh penghayatan.
"hmm, subhanalloh, terus - terus gimana?kamu sudah tahu murobinya siapa?apa nih yang bisa aku bantu?" tanya Mayla dengan senyum manisnya, hingga lesung pipitnya dapat terlihat dengan jelas.
"Justru itu May, aku nggak tahu siapa murobinya itu. karena itu aku ingin minta tolong padamu." Ucap Sarah dengan wajah memelas.
Mayla agak terkejut, "Loh, memang aku kenal ikhwannya?" tanya mayla kemudian.
"iyalah kamu pasti kenal dia, bahkan mungkin sangat mengenal dia, bantu aku yah May, please!!cari tahu siapa murobinya." Ucap sarah lagi.
"Baiklah, memang siapa ikhwan itu, hah?" goda maya sambil mencubit pelan pinggang Sarah.
"Emmm...Fathan, Muhammad Fathan!!" Ujar Sarah agak malu - malu.
dan DEGH!! seperti ada yang mencubit ulu hati Mayla, Mayla merasa ada yang nyelekit di hatinya, matanya tiba - tiba berair, lidahnya pun jadi kelu.
"Loh, May, kenapa May?kamu gak apa - apa kan?" tanya Sarah panik.
"Tidak, aku tak apa Rah, tapi apa kau yakin laki - laki itu yang sudah membuatmu jatuh cinta?" tanya mayla nampak menghapus air matanya.
Perlahan namun pasti, Sarah mengangguk. Lalu Mayla memelu Sarah sambil bebisik dengan suara parau, "Maafkan aku sahabatku, Muhammad Fathan adlah suamiku dan ayah dari ke 3 anakku, maafkan aku tidak bisa membantumu." ucapnya dengan tangis yang mulai tumpah.
DEGH!! Sarah merasa langit runtuh, ia sedih, ia kecewa, ia juga malu pada Mayla, apa yang hendak ia lakukan, ia nyaris saja merusak rumah tangga sahabatnya sendiri. Sarah melepas pelukan Mayla dan menatap mayla, "aku yang seharusnya minta maaf, May. Aku tidak tahu semua ini, may, aku tidak tahu, aku minta maaf sungguh may aku minta maaf!!" ujar Sarah yang kali ini berjongkok karena kakinya lemas menerima kenyataan ini. Hujan rintik - rintik kemudian turun, seolah mensponsori kesedihan 2 wanita cantik itu.8
*******************************************************************
Sampai dirumah Sarah kembali menangis, ia tak keluar dari kamarnya sama sekali, kecuali untuk berkali - kali wudhu. Bahkan hingga sepertiga malam ia tak juga tertidur, hingga akhirnya ia memutuskan untuk sholat beberapa rakaat, hingga rakaat terakhir, bayangan wajah teduh Fathan tetap menari - nari dalam benaknya, namun bayangan Mayla dan ke3 anaknya mengiris - ngiris hati Sarah dengan rasa bersalah, hingga usai shalat, Sarah masih terpekur sambil tergugu di sajadahnya, dan berandai - andai, "Andai kita bertemu lebih dulu", "Andai akulah yang temui terlebih dahulu sebelum Mayla, mungkin saat ini kaulah yang mengimami ku shalat, ahhh andai, asaghfirullah...." Sarah terus menerus menyesali semua yang terjadi, namun suara adzan subuh menyadakannya untuk segera shalat dan bertaubat karena telah menggugat takdir Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar