Rabu, 30 Mei 2012

Jika Tak Disini


Aku menatap penuh syukur dan takjub sosok pria yang telah mengucap ijab qabul atasku pagi tadi di depan khalayak ramai. Sosok yang ku kenal sudah bertahun – tahun sebagai kakak tingkatku di kampus, namun selama bertahun – tahun itu ia tidak pernah menyatakan perasaannya padaku. Barulah ketika perkenalan kami menginjak tahun ke lima, ia datang ke rumahku dan meminta izin untuk menikahiku kepada kedua orang tuaku. Aku dan keluargaku tentu kaget bukan main dengan maksud mas Tio, meksi keluargaku juga sudah sempat mengenal Mas Tio sekilas. Tapi kemudian Bapakku yang sudah kadung jatuh cinta kepada sosok Mas Tio yang cerdas dan sederhana mengiyakan lamaran Mas Tio yang dating tanpa membawa seserahan mahal, ya aku masih ingat, Mas Tio hanya membawa sedus kecil cheese cake favouriteku, ya iya memintaku hanya dengan sekardus kecil cheese cake. Tidak, mas Tio bukannya pelit, tapi karena saat itu hanya itu yang bisa ia berikan kepadaku, itupun adalah hasil dari gaji pertamanya. 2bulan kemudian, pernikahanpun rampung disiapkan. Ah ya, tepatnya pagi tadi, Sosok Satyo Saputro itu mengucapkan ijab Kabul dengan lantang tanpa diulang. Sosok yang jadi terlihat begitu tampan di mataku setelah kami syah menjadi suami istri. Saat ini aku sedang menatapnya, menatapnya yang sedang tertidur pulas, mungkin kelelahan setelah resepsi sederhana yang kami gelar seharian ini.
Saar sedang menatapnya lekat – lekat, sosok berkulit putih itu membuka matanya, ah aku kepergok rupanya, ah ya aku malu sekali, karena kami menikah tanpa melewati masa pacaran jadi apapun yang terjadi diantara kami setelah menikah rasanya masih canggung, bahkan ketika pandangan mata tak sengaja beradu saja, kami berdua langsung salah tingkah, malu rasanya.
“Loh, km gak tidur dik?” Tanya mas Tio yang memang selalu memanggilku adik sejak sebelum kami menikah.
“belum mas, aku belum ngantuk. Eh mas kenapa bangun?keganggu yah sama aku?” Tanyaku kemudian.
“hehehe, loh kok keganggu, nggak kok dik, mas Cuma berasa diliatin aja sm bidadari, makanya mas bangun, mau liatin balik bidadarinya, kali aja bisa diajakin pacaran, hahahah” katanya genit mencubit hidungku. Aku?tentu saja pipiku bersemu merah, dan setelah itu, hehehe, tebak sajalah sendiri.
Pagi ini, pagi hari pertama aku bangun dengan status sebagai istri orang. Aku yang masih belum terbiasa mengurusi orang lain, pagi ini dipaksa untuk membiasakan diri mengurusi suamiku sendiri, ya meskipun hari ini ia masih dalam masa cuti di kantornya, tapi paling tidak aku harus menyiapkan sarapannya. Mas tio yang ternyata sudah bangun sedari tadi malah sudah Nampak di dapur rumah Ibuku sedang menyiapkan sarapan. Ah malunya aku, ku hampiri suamiku yang terlihat sedang memanggang roti.
“Aduh, mas. Maafin aku yah, aku udah sett alarm padahal tadi biar bisa bangun duluan siapin sarapanmu” ujarku sambil memluknya dari belakang.
“Gak apa – apa sayang, udah yuk sarapan sama Mas sekarang” Ujarnya sambil membalikkan badan dan menuntunku ke meja makan untuk sarapan dengannya. Satu persatu orang rumah ibu ku berseliweran dan meledeki kami dengan siulan – siulan iseng, tapi kami ya namanya pengantin baru tetap saja asyik sarapan berdua.
“Dik, hari ini mau ikut Mas gak?” Tanya Mas Tio sambil menyuapkan sepotong roti ke mulutku.
“Kemana mas?” Tanya ku dengan mulut penuh dengan roti.
“Kita lihat kontrakan dekat kantor Mas. Gak besar sih, tapi nyamanlah insyaAllah. Kamu gak apa – apakan kita ngontrak dulu sampai tabunganku nanti cukup untuk beli rumah?” Tanya Mas Tio, belum sempat ku jawab, rupanya ibuku yang sedari tadi mengamati kami menimpali ucapan Mas Tio.
“Loh, Rani itu kan anak bungsu disini, jadi ndak perlu lah kalau harus ninggalin rumah ini dan pindah ke tempat kontrakan yang ndak sebagus rumah ini lah, yo” ucap ibu yang kemudian membuat aku dan Mas Tio agak kaget. Mas Tio buru – buru membersihkan mulutnya dan minum.
“Emm,, maaf sebelumnya Bu, tapi ini biar saya dan Rani jadi ndak harus tinggal terpisah saja bu, lagi pula kontrakannya dekat kok dengan kantor saya, gak lebih bagus memang dari rumah ini, tapi InsyaAllah nyaman buat kami berdua bu.” Ujar Mas Tio hati – hati namun sopan. Ibu, meski terlihat tidak rela tetap diam dan malah menatapku.
“Bu, tenang aja, kalau pun Rani udah gak tinggal disini lagi pu, Rani akan tetap sering – sering main ke rumah Ibu, nginep disini. Rani kan tetap anak Ibu juga, hehehe” Ujarku sambil menghambur memeluk Ibuku.
Akhirnya siang itu aku memutuskan untuk pergi bersama suamiku melihat kontrakan yang ia maksud.
Rumah petak rupanya, sebuah rumah kecil yang bahkan antara dapur dan ruang tamu saja tak bersekat, hanya ada satu kamar mandi dan satu kamar tidur. Tak ada AC atau barang mewah lainnya. Ya semua Nampak begitu sederhana tapi aku merasa nyaman – nyaman saja. Akupun langsung mengiyakan kepada Mas Tio bahwa aku bersedia untuk tinggal dengannya disini. Setelah puas melihat – lihat rumah yang akan kami tinggali nanti, ia bertanya padaku, “Jadi, istriku yang cantik, mau kemana sekarang?” aku, tentu saja tak kehilangan akal, ya aku ingin masa – masa kita bisa berdua ya harus dimanfaatkan untuk pergi kemana saja berdua, dan melakukan hal – hal yang selalu ingin ku lakukan dengan pasanganku yang dulu masih sebatas angan. Oia aku ingat akan satu hal yang paling ingin aku lakukan sejak dulu dengan suamiku.
“Ke mall yuk mas, ke toko buku, kita gandengan tangan sepanjang jalan, udah halal ini kan?!” ujarku menggebu – gebu. Mas Tio hanya tertawa – tawa kecil sambil keheranan.
“Loh, kenapa mesti ke toko buku coba?kenapa gak nonton aja yuk?terus kalo soal gandengan mah, gak kamu minta juga, aku pasti gandeng istriku terusku” Ucapnya smbil tersenyum dan membuatnya semakin lucu karena matanya bergaris saat ia tersenyum.
“Gak! Nanti aja nontonnya, sekarang aku maunya itu, ke toko buku, beli beberapa buku atau Cuma baca aja, terus kita gandengan sepanjang jalan, yeay!” ujarku sambil tersenyum lebar.
“Sayang, emangnya kenapa sih?kok kamu ngotot banget pengen kyk begitu?tell me why, dear” Tanya Mas tio yang masih penasaran.
“hmm, Mas Mau tau aja apa mau tau banget?” tanyaku mengerjainya
“Idih, apaan sih kamu kok kepo?” balasnya membuatku mati kutu, ya niatku mengerjainya malah aku yang kena, hahahah, ah ya Mas Tio memang begitu dalam kalemnya dia, ada sosok lucu disana.
“hahaha, iyadeh pinter sekarang becanda alaynya, hahaha, hmmm aku tuh dari dulu sebelum nikah, tiap kali ke toko buku aku selalu iri ngeliat suami istri muda kyk kita jalan di mall atau toko buku sambil pegangan tangan gitu, ihh aku ngiri banget!! Makanya aku sumpah serapah dalam hati, kalo nanti udah nikah aku mau kyk gitu sama suami aku.” Ujarku polos.
Mas Tio tersenyum penuh makna kepadaku, lalu mencium keningku.
“yaudah yuk jalan, hayuk, mau ke toko buku yang mana, my queen?” Tanya nya sambil menggamit lenganku. Akhirnya kami sepakat untuk pergi ke gramedia di salah satu mall besar di Jakarta, aku memintanya untuk naik busway saja, dan iapun setuju. Dan tahukah?selama perjalanan menuju gramedia itu, tak sedetikpun Mas Tio melepaskan genggamannya di tanganku. Semakin banyak tatapan mata yang menatap kami, akan semakin erat ia menggenggam tanganku. Ah, Tio suamiku. Kami terus bergenggaman tangan sambil melihat – lihat buku disana, tangannya berganti – ganti menggenggamku dengan buku, tapi tidak ia lepaskan hanya berganti – ganti saja. Dan aku bahagia. Puas berkeliling di toko buku itu, Mas Tio mengajakku makan.
“Mau makan apa sayang?eh ke foodcourt situ yuk, dik. Mie tariknya enak loh” katanya dengan expressi yang lucu.
“ih, gak mau, aku mau makan cheese cake aja mas.” Ujarku manja.
“Loh, mana kenyang sayang makan cheese kok doank sih, gini aja, kita ke foodcourt, aku pesen mie tarik, terus nanti aku pesenin kamu juga cheese cake, nanti kita makan di foodcourtnya yah.” Jawab Mas Tio mengajakku ke foodcourt. Meski agak malas, aku menurut saja padanya.
Kami duduk di foodcourt, dan pesanan mie tarik mas tio pun sudah tiba, tapi sepertinya ia lupa, sampai – sampai ia tidak juga memesankan cheese cake untukku. Aku manyun terus selama menemaninya makan, sampai saat di suapan ke 2 ia teringat.
“Astagfirullah, sayang. Aku lupa, kamu mau cheese cake yah? Kamu laper banget gak syang?” Tanya Mas tio
“yaudahlah Mas makan dulu aja, aku gak apa – apa” ujarku dengan wajah BT.
“Aduh sayang, maaf ya akunya lapar banget ini, oh iya gini aja sebelum aku beliin cheese cakenya, kamu makan mie aja yah ni sama aku berdua sayang” Ujar Mas Tio mencoba bergurau denganku. Aku yang saat itu sedang terlampau badmood tidak mau tahu dengan alasannya.
“Tauk ah, mas nih gimana sih orang istrinya lagi laper juga! Eh masnya malah enak – enakan duluan makan.” Ujarku mendengus kesal.
“Iya sayang maaf, aku laper banget soalnya, tadi aku sarapan kan sedikit, hmmm yaudah – yaudah ini aku cari cheese cake dulu ya, hmm dimana ya yang jual cheese cake di mall ini, yaudah ni kamu makan mie ku dulu aja biar gak kelaparan yah” Ujarnya sambil beranjak meninggalkanku dan mienya yang masih belum habis seperempatnya pun. Pelan – pelan ku lihat punggung tegap berkaos biru langit itu menghilang dari pandanganku.
30menit berlalu, sosok Mas Tio belum juga muncul juga, aku gelisah, yang aku fikirkan pertama kali adalah ya kemana Mas Tio?aku sudah lapar sekali, ku kirim bbm padanya.
“Mas, kok lama sih?beli cheese cakenya ke hongkong yah?”
Tapi tak juga ada balasan, berkali – kali ku PING!!! Pun tidak dibaca sama sekali. Ah baiklah ku putuskan untuk menelponnya setaelah pada menit ke 60 Mas Tio tidak muncul dihadapanku, ya rasanya amarahku sudah sampai ke ubun – ubun, kata makian sudah siap ku semburkan pada suamiku nanti ditelpon. Telponnya diangkat..
“Hallo, Mas. Ihh dimana sih?beli cheese cakenya ke hongkong yah? Sejam donk masa beli cheese cake aja!” Ujarku menggebu – gebu, tapi kemudian terdengar suara yang begitu gaduh disana,
“Maaf Mba, ini Mba istrinya yang punya HP yah?ini kebetulan yang punya HP lagi di UGD sedang dilakukan operasi karena tadi jantungnya ditusuk sama pencopet didekat toko cake disebelah ATM itu” Ujar seseorang disebrang telpon sana. DEGH!!! Aku lemas seketika, tapi untunglah aku tidak kehilangan keseimbangan, segera ku Tanya dimana Mas Tioku. Tanpa fikir panjang lagi segera ku hubungi kerabat kami untuk segera dating ke RS tempat Mas Tio berada. Aku hancur, tapi tak sedikitpun air mataku keluar selama dalam perjalanan ke RS, aku masih bingung dengan apa yang terjadi. Sesampainya disana, ku lihat beberapa orang yang tak ku kenal didepan UGD, seorang bapak paruh baya memegangi HP Mas Tio dan menghampiriku. Seolah mengerti bahwa aku istri Mas Tio, dia menepuk bahuku.
“Mba sing sabar ya, si Ma situ orang baik, Mba yang kuat.” Ujarnya dengan mata berkaca – kaca. Aku bingung bukan main.
“Pak ini ada apa sebenarnya?mana Mas Tio?mana?mana suami saya?” Tanya ku dengan air mata yang mulai meleleh. Ah ya mas Tio, mana Mas Tioku?
“Mana?mana Mas tioku?mana?” tanyaku dengan setengah berteriak, lalu seorang ibu dan anak perempuan kecilnya menghampiriku dengan berurai air mata.
“Mba, saya ingin berterimakasih sebelumnya, karena Suami Mba tadi sudah menolong saya dari upaya pencopetan didekat ATM, Ma situ yang menolong saya saat dia baru saja keluar dari toko kue dekat ATM itu, kejadiannya begitu cepat, Suami mba mencoba menghajar pencopet itu namun ternyata pencopet itu membawa pisau lipat yang akhirnya ditusukan ke tepat di dada kiri suami mba” ucap perempuan itu dengan suara begetar, aku?tentu saja seperti disambar petir disiang bolong, mendengar itu semua itu, ku arahkan pandangaku kea rah gadis kecil disamping ibu itu yang sedang asyik menikmati cheese cake kecil ditangannya, aku langsung merebut cheese cake itu dan tangiskupun pecah sekeras – kerasnya, lalu ku buang cheese cake itu ke lantai hingga berhamburan, gadis kecil itu menangis, aku tak peduli, yang ku pedulikan hanya suamiku, Mas Tioku. Aku membenci cheese cake, ya karena cheese cake Mas tio jadi harus mengalami semua ini, andai saja aku tadi tidak memintanya untuk membelikan cheese cake untukku, pasti keadaannya tidak begini. Lampu operasi pun padam, satu persatu orang – orang berseragam hijau itu keluar kamar operasi, aku segera berlari menghambur kea rah mereka.
“Dokter, bagaimana?bagaimana suami saya? Bagaimana Mas Tio?” Tanya ku dengan air mata yang deras turun. Dokter menatapku sebentar dan mengela nafas, lalu sambil membuka maskernya, iapun angkat bicara.
“maafkan kami Mba, kami sudah berusaha keras, tapi rupanya nyawa suami mba tidak dapat terselamatkan.” Ujarnya membuat pertahananku hancur, ia apa ini apa?kabar apa ini?aku seketika pingsan.
!5 menit aku tak sadarkan diri, ku buka mataku dan sudah banyak keluargaku dan mas tio yang dating, aku beranjak bangun mempertanyakan Mas Tioku.
“Ran, mau kemana kamu?”Tanya Bapak padaku saat melihatku beranjak dari tempat tidur rumah sakit.
“Aku mau cari Mas Tio, mau bangunin Mas Tio, dia belum makan, tadi baru makan mie sedikit, kasian dia.” Ujarku masih dengan air mata berlinang.
“Ran, sadar, nduk. Tio mu itu sudah tidak ada sekarang.” Ujar Ayah mertuaku.
Ku tatap wajah ayah mertuaku, tangisku pecah lagi semakin keras, aku berlari ke ruang UGD, tapi kemudain dihalangi oleh beberapa keluargaku.
“Ran, sabar. Saat ini jenazah Tio sedang diurus pemulangannya ke rumah, kamu pulihkan dulu kondisimu.” Ujar Bapakku kali ini.
Aku tidak bisa melawan tubuhku yang kembali lunglai menyadari bahwa MAs tioku kini sudah dipangkuan Yang Esa. “Tapi Mas Tio belum makan banyak tadi, pak, bu” gumamku selama dalam perjalanan pulang, atas permintaanku, ditengah jalan akhirnya aku ikut menumpang mobil ambulance dan duduk disamping jenazah suamiku, Mas Tioku yang gagah.
“Mas, maafin aku, ayo bangun, kita makan mie tarik lagi, sekarang aku gak akan minta mas belikan aku cheese cake lagi, nggak mas, kita makan mie tarik aja yah, ayo mas bangun makanya.” Ujarku dengan air mata yang terus berlinang, tapi sosok mas Tio yang kini sudah sangat pucat ini pun tak bergeming sedikitpun, hingga aku terus menggoyang – goyangkan badannya berharap ia terbangun dan hanya bergurau dengaku untuk pura – pura mati. Tapi ternyata aku salah, ya Mas Tioku yang tampan, yang gagah yang baru menikahiku 2 hari ini kini sudah terbujur kaku kembali ke Pemiliknya yang sesungguhnya. Bertahun – tahun aku mengenalnya, Tuhan hanya mengizinkan aku memilikinya 2 hari saja. Sungguh Tuhan lebih mencintainya dibanding aku yang baru 2 hari menjadi istrinya. Ya selamat jalan suamiku, Mas Tioku sayang, smoga kau ditempatkan ditempat yang layak disisi-Nya.
Aku Rani Anindya Saputro akan tetap mencintaimu dengan setulus hatiku seumur hidupku dan tetap hidup sebagai istrimu hingga waktunya aku menyusulmu, ya, jika tak disini, maka di akhirat nantilah kita akan bersama, selamanya Mas Tioku sayang.

2 komentar: